Aku membawa debar jantungku untuk kutitipkan pada ilalang seberang rumah,
sampaikah salamku padamu?
Jauh...
Sangat jauh...
Bahkan aku pun tak tahu warna matamu.
Apa warna rambutmu.
Kuharap ilalang yang memikul debar jantungku mampu menyampaikannya padamu.
Kamu-yang aku pun tak tahu siapa-bersabarlah dalam kesetiaan.
Maafkan aku di sini, masih seperti ini, masih berjalan di atas onak yang kuciptakan sendiri, masih menikmati perih yang belum juga sembuh, masih menyayat nadi sendiri, masih bernapas dalam udara yang semestinya tidak aku hirup, masih bertahan berdiri terinjak seperti ini, masih memperjuangkan jiwa dan batinku untuk seseorang.
Kau, maafkan aku.
Kau, tunggulah aku.
Ilalang mungkin jenuh memikul debar jantungku terus-menerus yang hanya kutitipkan, tapi itu untukmu.
Hanya untukmu.
Dan ilalang pun tahu apa isi hatiku, dialah yang paling tahu segala isi hatiku.
Ilalang, jangan pernah bosan, kumohon.
Kau, jangan pernah menghilang, bila waktuku sampai, aku akan datang.
Senin, 08.56am, pagi-pagi sejuk setelah siraman hujan semalam
Bumi Djogdja
Tidak ada komentar:
Posting Komentar