Rabu, 23 Juli 2014

Calais Artisan Bubble Tea & Coffee

Selesai sidang pendadaran, tentunya pengen merasakan kesegaran baru. Yap! Pendadaranku tanggal 11 Juni 2014 dan hari ini sudah tanggal 23 Juli 2014. Late post banget niiihhhh.
Well, berhubung pengen yang seger-seger, akhirnya kuputuskan untuk minum es. Haha :D
Langsung capcus ke Calais. Lokasinya di Jalan Suroto No. 20. Dekat dengan Gramedia, dekat traffic light, dan sedikit jauh dari stadion Kridosono.
Sampai sana lumayan antri karena jam sore hari yang memang enak buat nongkrong-nongkrong. Tapi nggak lama kok.
Cara pesannya juga unik. Cukup langsung bilang ke kasir mau pesan apa, terus bayar, and tinggal tunggu deh buat dipanggil. Jadi, pesanan kita nggak diantarkan ke meja kita, melainkan kitalah yang menjemput pesanan kita.
Inilah minuman seger yang kupesan:
Before
After
Yang sebelah kiri itu Orange Honey Milk Tea dengan topping Aloe Vera. Minumannya dibandrol dengan harga 19k, sementara toppingnya 3k. Jadi, totalnya 22k.
Yang sebelah kanan itu Coffee Milk Tea dengan topping Yoghurt Popping. Untuk Coffee Milk Tea harganya 19k, nah toppingnya 4k. Jadi, totalnya 23k.
Yang unik dari Calais ini, di setiap gelasnya ada semacam kata-kata mutiara atau kata-kata bijak gitu. Semacam memberikan energi lebih mungkin yaaaa biar rasa minumannya endess. Hihihii :D
Berhubung udah lupa rasanya gimana, jadi nggak bisa mendeskripsikan nihh rasa dari minuman yang tertera di atas. But, overall, enak kok! Seger. Dan toppingnya itu memberikan sensasi mengejutkan di mulut.
Oh iyaaa, aku itu memesan minuman yang ukurannya premium. Kalo yang large, nggak sanggup, karena gede bangeeettttt. Buat ngabisin kira-kira butuh waktu berjam-jam. Aku menyesuaikan dengan ukuran lambungku yang mungil sajaaaa. *ngeles*
Perhatikan backgroundnya :D
Suasana di Calais memang didesain seperti cafe-cafe di Perancis. *ngeliat miniatur menara Eiffel*
Tempatnya lumayan cozy tapi sering ramai jadi kesannya padat gitu.
Sampai di sini dulu, lain waktu kita sambung lagi.


Senin, 14 Juli 2014

Aku Tak Setegar Mereka

Tunanetra.

Bila mendengar kata itu, satu hal yang terbersit di pikiranku: buta, tidak bisa melihat.
Definisi sederhanaku memang hanya itu.
Tunanetra adalah orang yang tidak bisa melihat, secara kasar disebut buta.
Well, di sini aku akan mengangkat tema mengenai tunanetra, khususnya merujuk pada siswa tunanetra.

Aku tertarik untuk mengetahui bagaimana karakter siswa berkebutuhan khusus ini. Nah, salah satu caranya yaitu melalui penelitian yang menjadi tema skripsiku. *capek deeehhh*
-----cukup sudah mukadimahnya, langsung saja kita cekibrot-----

Biar kelihatan resmi, nih aku kutip definisi tunanetra menurut dua orang saja. *gak niat banget -_-*
Anak tunanetra adalah individu yang indera penglihatannya (kedua-duanya) tidak berfungsi sebagai saluran penerima informasi dalam kegiatan sehari-hari seperti orang awas (Murjoko, 2012).
Menurut Lowenfeld (1955:219) dalam Murjoko (2012), klasifikasi anak tunanetra yang didasarkan pada waktu terjadinya ketunanetraan, yaitu:
  1. Tunanetra sebelum dan sejak lahir; yaitu mereka yang sama sekali tidak memiliki pengalaman penglihatan.
  2. Tunanetra setelah lahir atau pada usia kecil; mereka telah memiliki kesan-kesan serta pengalaman visual tetapi belum kuat dan mudah terlupakan.
  3. Tunanetra pada usia sekolah atau pada masa remaja; mereka telah memiliki kesan-kesan visual dan meninggalkan pengaruh yang mendalam terhadap proses perkembangan pribadi.
  4. Tunanetra pada usia dewasa; pada umumnya mereka yang dengan segala kesadaran mampu melakukan latihan-latihan penyesuaian diri.
  5. Tunanetra dalam usia lanjut; sebagian besar sudah sulit mengikuti latihan-latihan penyesuaian diri.
  6. Tunanetra akibat bawaan.
Di sini aku nggak akan cuap-cuap mengenai definisi tunanetra kok.
Seperti biasa aku hanya mencurahkan pikiran dan perasaanku. *tsaaaaaahhh*

Jadi, pas aku penelitian, aku berhadapan langsung dengan anak-anak penyandang tunanetra.
Dan itu serem, meeeeennnnn.
Nggak cuma siswanya, ada juga guru yang memiliki keterbatasan yang sama.
Sebenernya pas observasi dulu juga udah tahu kalo aku bakal berinteraksi dengan mereka. Tapi feel-nya dapet banget pas penelitian!

Ngobrol secara langsung dengan mereka (siswa & guru), salaman, memperhatikan bagaimana mereka berjalan-membaca-berbicara, itu benar-benar membuatku takjub.
Banyak hal yang bersliweran di pikiranku.
Aku nggak sampai hati mau mengungkapkannya.
Yang menohokku adalah satu hal: bagaimana bisa mereka bertahan hidup dengan keterbatasan yang sangat rumit itu?

Di satu sisi, prihatin. Kasihan, guys. Tapi aku tahu mereka tidak butuh dikasihani. Mereka hanya butuh support; semangat, dukungan, kerja sama, bukan celaan.
Di sisi lain, aku justru berterima kasih kepada mereka karena telah mengajarkanku arti kehidupan yang sebenarnya. Apa? Bersyukur.
Bersyukur bahwa aku diberi indera yang utuh dan berfungsi normal.
Sungguh nggak bisa aku bayangkan kalau aku ada di posisi mereka.
*selebihnya nggak perlu aku deskripsikan kesulitan-kesulitan yang dialami penyandang tunanetra*

Back to topic,
aku menyoroti cara siswa tunanetra belajar.
Tidak jauh berbeda dengan siswa awas, karena mereka masih bisa mendengar penjelasan dengan baik. Mereka masih bisa diajak berinteraksi dengan cara ngobrol, bercanda, mendengarkan musik, dan tanya-jawab santai. Hanya saja mereka tidak bisa melihat siapa yang diajak bicara dan seperti apa objek yang dibicarakan. Berhubung keterbatasan yang mereka miliki terletak pada indera penglihatan, tentunya diperlukan treatment khusus untuk memahamkan materi pembelajaran kepada mereka. Salah satu caranya adalah menggunakan media pembelajaran berupa alat peraga.
Alat peraga sistem tata surya (alat peraga I)
Lembar thermoform sebagai keterangan alat peraga II
Alat peraga II
Mereka sedang belajar membedakan ukuran masing-masing planet dan jaraknya
Mereka membaca lembar thermoform
Di alat peraga terdapat keterangan nama planet dalam huruf Braille. Bulatan-bulatan planet itu bisa dilepas dan dipasang supaya mereka bisa mengurutkannya sendiri.
Mereka lagi dengerin rekaman materi.
Yang berdiri di belakang itu guru fisika. Tapi beliau indera penglihatannya normal kok.

Ehh, biar bagaimana pun, mengajarkan materi fisika untuk siswa tunanetra itu sulitnya ampun-ampunan looohhhhh. Jangan anggap remeh! Aku salut banget nih sama pak gurunya. Beliau sabar banget ngajarin mereka. Padahal mereka itu kritisnya tingkat dewa banget.
Belajar dengan memaksimalkan indera perabaan
Meraba alat peraga, membaca keterangan nama planet dalam huruf Braille
Try it by yourself, bro!
Mari belajar! ^_^
Sepertinya itu saja postingan dariku kali ini. *hampir kehabisan kata-kata*
Anyway, lokasi penelitianku itu di SLB-A YAAT Klaten, Jawa Tengah.
Kalo kepo, silakan googling aja, ntar muncul banyak kok all about SLB-A YAAT.
Heheheheee :D

FYI, kalo mau check skripsiku, bisa mampir di sini.

Semoga coretanku ini dapat bermanfaat untuk para silent readers sekalian. #eh
*macam kaskus aja yaaaa pake silent reader segalaaa*

See you on the next post!

Minggu, 13 Juli 2014

Evanescence - Lithium

Lithium,
don't wanna lock me up inside.
Lithium,
don't wanna forget how it feels without.
Lithium,
I wanna stay in love with my sorrow.
Oh, but God,
I wanna let it go.

Come to bed, don't make me sleep alone.
Couldn't hide the emptiness, you let it show.
Never wanted it to be so cold.
Just didn't drink enough to say you love me.

I can't hold on to me.
Wonder what's wrong with me.

Lithium,
don't wanna lock me up inside.
Lithium,
don't wanna forget how it feels without.
Lithium,
I wanna stay in love with my sorrow.
Oh...

Don't wanna let it lay me down this time.
Drown my will to fly.
Here in the darkness I know myself.
Can't break free until I let it go.
Let me go.

Darling, I forgive you after all.
Anything is better than to be alone.
And in the end I guess I had to fall.
Always find my place among the ashes.

I can't hold on to me.
Wonder what's wrong with me.

Lithium,
don't wanna lock me up inside.
Lithium,
don't wanna forget how it feels without.
Lithium,
stay in love with my sorrow.
Oh...
I'm gonna let it go.

Selasa, 08 Juli 2014

Letter for My Daddy

Dear Papa,
mungkin sedikit konyol aku menuliskan surat ini padamu, Pah.

Tapi tak apalah, ini salah satu caraku mengungkapkan perasaanku yang selama ini berkecamuk.
Well, aku akan berbicara mengenai kuliahku.
*sigh*

Pah, mungkin Papa tidak mengetahui detail perjalananku dalam mengerjakan tugas akhir di jenjang strata satu ini. Aku pun juga tak perlu menceritakannya satu per satu sampai serinci mungkin.
Yang jelas satu hal yang mau kusampaikan, aku sangat berterima kasih kepada Papa.
Oh, iya. Satu hal lagi, Pah.
Aku minta maaf.
Maaf, aku belum bisa menjadi your perfect daughter.
Maaf, aku tidak bisa memenuhi harapan Papa untuk mendapatkan predikat Cumlaude di S1-ku ini.
Maaf, IPK-ku hanya sebatas di atas tiga koma tiga sekian dan tidak bisa mencapai tiga koma lima satu ke atas.
Maaf beribu maaf, aku telah mengecewakanmu.

Pah,
aku baru menyadari ternyata fisika itu bukan bidangku. Aku hanya concern di bidang pendidikan, khususnya psikologi peserta didik. Minatku sendiri lebih mengacu pada sastra, bahasa, dan ilmu kejiwaan. Otakku nggak nyampe kalau harus berurusan dengan konsep isotropik, ikatan kristal, radioaktivitas, semikonduktor, distribusi Maxwell-Boltzman, relativitas, difraksi sinar-X, persamaan Schrodinger, efek fotolistrik, hamburan Compton, fiber optik, hukum Gauss, dioda, transistor efek medan, and bla-bla-bla.
Boleh dibilang selama ini aku terlalu memaksakan diri untuk berkuliah. Aku hanya mencoba untuk bertanggung jawab atas pilihan yang sudah kutetapkan sendiri. Yaaahh, karena euforia diterima SNMPTN itu, Pah. (Cek aja di sini)

Aku tahu keterbatasanku ini.
Aku cuma bisa melawan arus.
Akhirnya, untuk tugas akhir, dan benar-benar akhir untuk jenjang strata satuku ini, Pah, aku mengambil tema yang mampu untuk kulalui dan sesuai dengan keinginanku. Bebas rumus yang njelimet, bebas tetek-bengek RPP/silabus/penilaian afektif-kognitif-psikomotorik/uji empiris/pretest/posttest/marking scheme/rubrik penilaian/*hanya calon pendidik yang tahu*, dan aku bebas mengekspresikan pikiranku melalui skripsi yang kususun. Beruntungnya, aku mendapatkan dosen pembimbing yang dapat memahami jalan pikiranku yang absurd ini.
And well, jalan yang kutempuh ini juga nggak semanis kelihatannya, prosesnya beraaaaatttt sekaleeee. Terjatuh, tersandung, terinjak, bangkit, terpeleset, berdiri lagi, terjungkir, tersungkur, bangun, berdiri, berlari sekencang mungkin, dan aku tidak menyerah! Kuharap Papa suka dengan hasil akhir yang kupersembahkan.

11 Juni 2014, 1 p.m, aku munaqosyah, Pah. Hari-hari sebelumnya aku telah meminta restu darimu. Karena aku tetap meyakini bahwa sekeras-kerasnya perjuangan, tidak berarti apa-apa tanpa kehadiran doa di dalamnya. Alhamdulillah, semesta mendukung, tangan Tuhan bekerja luar biasa.
Aku mendapat nilai A, skripsi dalam bahasa Inggris.
(orang-orang mau bilang aku sok nggaya kek, keminter kek, sok-sokan kek, sombong kek, pamer kek, tekek kek, TERSERAH!!! I don't care!!)
Itu salah satu bentuk balas dendamku, sweet revenge yaa Paaahhh, nggak apa-apa, 'kaaannnn???
Hal ini kulakukan sebagai bentuk perwujudan harapan Papa kepadaku, walaupun dengan cara yang berbeda. Karena memang inilah aku, Pah. Inilah kemampuanku. Aku melakukan ini semaksimal mungkin, mati-matian, tanpa kata menyerah, semata-mata untuk menunjukkan kepada dunia bahwa INILAH AKU-ANAK PEREMPUANMU, Pah.

Papa, sekali lagi maafkan aku yang belum bisa menjadi anak gadismu yang sempurna. But, keep calm, Pah. Aku tetap akan berupaya untuk menang, berusaha melakukan yang terbaik semaksimal mungkin. Papa juga paham sekali 'kan bagaimana karakter anakmu ini?
Last but not least,
aku selalu berdoa dan berpengharapan tinggi kepada Tuhan supaya Papa tetap sehat dan diberkahi usia panjang. Aamiin.
Pah, ketika wisudaku bulan depan, aku menanti pelukan hangat darimu.

Cukup sekian surat dariku, Pah.
Love you as always, eternally.


Your only one daughter,
Elliza Efina R. P.

Senin, 07 Juli 2014

Evanescence - Listen to the Rain



Listen.. Listen..
Listen.. Listen..
Listen.. Listen..
Listen.. Listen..
Listen.. Listen..
Listen.. Listen..
Listen.. Listen..
Listen.. Listen..

Listen to each drop of rain
Whispering secrets in rain
Magically searching for someone to hear
That story be more than it hides
Each droplet long gone?
Can't we stay for a while?
It's just to hard to say good bye
Listen to the rain

Listen listen listen listen listen listen to the rain
Weeping

Listen.. Listen..
Listen.. Listen..
I stand alone in the storm
Suddenly sweet I say no
Couldn't they stay for you haven't much time
Open your eyes to the love around you
You can feel you're alone
But I'm here still with you
You can do what you dream
Just remember to listen to the rain