Dear Papa,
mungkin sedikit konyol aku menuliskan surat ini padamu, Pah.
Tapi tak apalah, ini salah satu caraku mengungkapkan perasaanku yang selama ini berkecamuk.
Well, aku akan berbicara mengenai kuliahku.
*sigh*
Pah, mungkin Papa tidak mengetahui detail perjalananku dalam mengerjakan tugas akhir di jenjang strata satu ini. Aku pun juga tak perlu menceritakannya satu per satu sampai serinci mungkin.
Yang jelas satu hal yang mau kusampaikan, aku sangat berterima kasih kepada Papa.
Oh, iya. Satu hal lagi, Pah.
Aku minta maaf.
Maaf, aku belum bisa menjadi your perfect daughter.
Maaf, aku tidak bisa memenuhi harapan Papa untuk mendapatkan predikat Cumlaude di S1-ku ini.
Maaf, IPK-ku hanya sebatas di atas tiga koma tiga sekian dan tidak bisa mencapai tiga koma lima satu ke atas.
Maaf beribu maaf, aku telah mengecewakanmu.
Pah,
aku baru menyadari ternyata fisika itu bukan bidangku. Aku hanya concern di bidang pendidikan, khususnya psikologi peserta didik. Minatku sendiri lebih mengacu pada sastra, bahasa, dan ilmu kejiwaan. Otakku nggak nyampe kalau harus berurusan dengan konsep isotropik, ikatan kristal, radioaktivitas, semikonduktor, distribusi Maxwell-Boltzman, relativitas, difraksi sinar-X, persamaan Schrodinger, efek fotolistrik, hamburan Compton, fiber optik, hukum Gauss, dioda, transistor efek medan, and bla-bla-bla.
Boleh dibilang selama ini aku terlalu memaksakan diri untuk berkuliah. Aku hanya mencoba untuk bertanggung jawab atas pilihan yang sudah kutetapkan sendiri. Yaaahh, karena euforia diterima SNMPTN itu, Pah. (Cek aja di sini)
Aku tahu keterbatasanku ini.
Aku cuma bisa melawan arus.
Akhirnya, untuk tugas akhir, dan benar-benar akhir untuk jenjang strata satuku ini, Pah, aku mengambil tema yang mampu untuk kulalui dan sesuai dengan keinginanku. Bebas rumus yang njelimet, bebas tetek-bengek RPP/silabus/penilaian afektif-kognitif-psikomotorik/uji empiris/pretest/posttest/marking scheme/rubrik penilaian/*hanya calon pendidik yang tahu*, dan aku bebas mengekspresikan pikiranku melalui skripsi yang kususun. Beruntungnya, aku mendapatkan dosen pembimbing yang dapat memahami jalan pikiranku yang absurd ini.
And well, jalan yang kutempuh ini juga nggak semanis kelihatannya, prosesnya beraaaaatttt sekaleeee. Terjatuh, tersandung, terinjak, bangkit, terpeleset, berdiri lagi, terjungkir, tersungkur, bangun, berdiri, berlari sekencang mungkin, dan aku tidak menyerah! Kuharap Papa suka dengan hasil akhir yang kupersembahkan.
11 Juni 2014, 1 p.m, aku munaqosyah, Pah. Hari-hari sebelumnya aku telah meminta restu darimu. Karena aku tetap meyakini bahwa sekeras-kerasnya perjuangan, tidak berarti apa-apa tanpa kehadiran doa di dalamnya. Alhamdulillah, semesta mendukung, tangan Tuhan bekerja luar biasa.
Aku mendapat nilai A, skripsi dalam bahasa Inggris.
(orang-orang mau bilang aku sok nggaya kek, keminter kek, sok-sokan kek, sombong kek, pamer kek, tekek kek, TERSERAH!!! I don't care!!)
Itu salah satu bentuk balas dendamku, sweet revenge yaa Paaahhh, nggak apa-apa, 'kaaannnn???
Hal ini kulakukan sebagai bentuk perwujudan harapan Papa kepadaku, walaupun dengan cara yang berbeda. Karena memang inilah aku, Pah. Inilah kemampuanku. Aku melakukan ini semaksimal mungkin, mati-matian, tanpa kata menyerah, semata-mata untuk menunjukkan kepada dunia bahwa INILAH AKU-ANAK PEREMPUANMU, Pah.
Papa, sekali lagi maafkan aku yang belum bisa menjadi anak gadismu yang sempurna. But, keep calm, Pah. Aku tetap akan berupaya untuk menang, berusaha melakukan yang terbaik semaksimal mungkin. Papa juga paham sekali 'kan bagaimana karakter anakmu ini?
Last but not least,
aku selalu berdoa dan berpengharapan tinggi kepada Tuhan supaya Papa tetap sehat dan diberkahi usia panjang. Aamiin.
Pah, ketika wisudaku bulan depan, aku menanti pelukan hangat darimu.
Cukup sekian surat dariku, Pah.
Love you as always, eternally.
Your only one daughter,
Elliza Efina R. P.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar