Di zaman Rasulullah ada sebuah riwayat, yang menceritakan tentang agungnya ampunan Allah terhadap dosa seorang anak muda yang teramat keji. Sampai-sampai Rasulullah amat murka mendengar perbuatannya.
Pada suatu ketika, Umar bin Khathab menjumpai Rasulullah dengan raut muka yang nampak begitu sedih. Rasulullah heran, lalu beliau bertanya,”Sahabatku, apa yang menyebabkan dirimu kelihatan sedih?”
“Di depan pintu rumah saya duduk seorang anak muda yang sedang menangis memilukan. Begitu sedih tangisannya, sehingga hati saya trenyuh dan perasaan saya serasa ikut terbawa,”jawab Umar.
“Coba kau hadapkan dia padaku,”perintah Rasulullah.
Kemudian Umar bin Khathab pulang ke rumah dan membawa anak muda itu menghadap Rasulullah. Selama perjalanan hingga di hadapan Nabi, anak muda itu masih saja menangis dengan sedihnya.
“Anak muda, apakah kau merasa putus asa hingga menangis begitu sedih? Padahal masa depanmu masih panjang,”tanya Rasulullah.
“Tangis saya adalah tangisan rasa penyesalan dan menanggung dosa karena perbuatan saya,”jawab anak muda itu sambil tertunduk.”Begitu besar dosa saya kepada Tuhan, dan saya takut akan murka-Nya, serta murka utusan-Nya,”
Rasulullah terdiam sejenak.
“Apakah kau telah berbuat yang meenyekutukan Tuhan dengan yang lain?”tanyanya kemudian.
“Tidak,”jawab anak muda itu,
“Apakah kau telah membunuh seseorang?”tanya Rasulullah lagi.
Anak muda itu menggelengkan kepalanya.
“Kalau demikian Allah akan mengampunimu, meskipun dosamu besarnya memenuhi tujuh lapis langit dan tujuh lapis bumi,”kata Rasulullah memberi harapan.
Pemuda itu tercenung, kemudian berkata,”Dosa saya lebih besar dari tujuh lapis langit dan gunung-gunung yang tinggi.”
“Apakah dosamu lebih besar dari kursi Allah yang suci?”kembali Rasulullah bertanya.
“Dosa saya yang lebih besar,”jawab pemuda itu pasti.
“Dibanding Arsy Allah, apakah dosamu lebih besar?”
“Saya yakin dosa saya lebih besar,”pemuda itu kembali menangis tersedu-sedu.
“Apakah dosamu juga lebih besar dari Allah dan kasih sayang-Nya?”
Pemuda itu terdiam, berpikir sejenak, kemudian berkata,”Tentu saja Allah yang lebih besar beserta kasih sayang-Nya.”
“Kalau begitu, coba kau ceritakan tentang perbuatanmu yang kau anggap berdosa demikian besar,”pinta Rasulullah.
“Saya malu kepadamu, Rasulullah,”jawab pemuda itu dengan terisak.
“Kenapa harus malu kepadaku? Ceritakanlah padaku.”
Perlahan-lahan pemuda itu mengangkat wajahnya dan dengan suara perlahan ia mulai bercerita.
“Rasulullah, sejak berumur tujuh tahun pekerjaanku adalah membongkar kuburan orang-orang yang baru meninggal dan mencuri kain kafannya. Suatu hari, ada seorang gadis yang meninggal dunia, begitu selesai dimakamkan, dan ketika kuburannya tampak sepi, kubongkar kuburannya, kemudian ku lepas kain kafannya. Gadis yang baru meninggal itu sangat cantik, masih perawan.
Melihat kemolekan tubuh gadis itu, saya tergoda oleh nafsu birahi oleh bujukan syaitan dan akhirnya mayat gadis itu saya setubuhi. Di saat saya melakukan perbuatan terkutuk itu, seolah-olah terdengar suara dan tangis gadis itu menjerit yang mengoyak jantung saya.
‘Apakah engkau tidak malu dan takut kepada pengadilan Allah pada hari ketika hak orang teraniaya dituntutkan atas penganiayaannya? Betapa kejam hatimu, membiarkan aku telanjang bulat di tengah lingkungan orang mati. Dan kau buat aku menanggung junub di hadapan Allah. Padahal sebelumnya aku telah dimandikan dan disembahyangkan,’ demikian suara itu terdengar olehku, Ya Rasulullah.
Itulah dosa besar yang telah ku lakukan. Sejak saat itu aku merasa selalu dikejar-kejar oleh dosa. Aku menangis meratapi penyesalanku hingga sekarang,”
Mendengar cerita perbuatan pemuda itu, Rasulullah menjadi sangat marah. Beliau bangkit dari tempat duduknya. Sambil membalikkan wajah, dihardiknya pemuda itu,”Hai, pemuda fasik! Pergilah kau dari hadapanku! Tak ada balasan yang setimpal dengan perbuatanmu kecuali neraka!”
Mendengar ucapan Rasulullah yang mengusir dirinya, pemuda itu keluar dengan terhuyung-huyung seraya meratap. Ia berjalan mondar-mandir di tengah padang pasir, tujuh hari tujuh malam ia tidak makan dan minum serta tidur. Kadang mukanya ditelungkupkan terus-menerus, bersujud di atas pasir. Baik siang hari yang panas, maupun tatkala malam hari dengan hawanya yang dingin membekukan padang pasir. Dia menangis dan mengadu.
“Ya Allah, saya adalah seorang hamba yang bersalah besar dan sangat berdosa. Hamba telah datang ke pintu rumah utusan-Mu, dengan harapan agar beliau sudi member syafaat kepada hamba dihadapan-Mu. Namun, begitu mendengar betapa kejinya dosa-dosa hamba, beliau berpaling dan mengusirku. Kini hamba datang menghadap-Mu, Ya Allah. Hamba mengetuk pintu-Mu, agar Kau mau mengampuni dosa dan menerima tobat hamba. Hamba gtidak putus harapan, karena Engkaulah Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Andaikata Engkau tidak sudi memberikan ampunan-Mu, maka turunkanlah api-Mu itu di dunia sebelum membakar hamba di akhirat nanti.”
Allah Maha Mendengar, karena ratapan anak muda itu bersungguh-sungguh. Allah mengutus malaikat Jibril menemui Rasulullah.
Malaikat Jibri menyampaikan salam Allah kepada Rasulullah, yang dijawabnya dengan “Huwas salaam, waminhus salaam wa ilaihi yarji’us salaam” (Dialah salam, dari pada-Nya salam, dan kepada-Nya kembali salam)
“Allah bertanya kepadamu, hai Muhammad,”kata malaikat Jibril,”Apakah engkau yang menciptakan hamba-hamba Allah?”
Rasulullah kaget mendengar pertanyaan itu, beliau kemudian menjawab,”Sebaliknya, Allah lah yang menciptakan diriku dan menciptakan mereka.”
“Allah bertanya lagi, apakah engkau yang berkuasa dan member rizki kepada mereka?”
“Sama sekali tidak. Allah yang memberi rizki kepada mereka dan kepadaku.”
“Kata Allah, apakah engkau yang menerima tobat dan menghapuskan segala kesalahan?”tanya malaikat Jibril lagi.
“Tidak. Allah yang memiliki kuasa itu,”jawab Rasulullah.
“Allah berfirman kepadamu,”lanjut malaikat Jibril,”Telah kukirimkan salah seorang hamba-Ku kepadamu, dipaparkan dosa-dosanya dengan menyesal. Mengapa kau malah memalingkan muka darinya? Bagaimana nanti seandainya datang kepadamu hamba-hamba-Ku yang lain sambil memikul tumpukan dosa mereka yang menggunung? Engkau Kuutus agar menjadi rahmat bagi seluruh alam. Jangan kau telantarkan harapan hamba-Ku yang tergelincir kakinya karena dosa.”
Mendapat teguran langsung dari Allah tersebut, Rasulullah menjadi sadar akan kekeliruannya. Namun juga sangat gembira, karena berarti umatnya benar-benar dikasihi Allah dengan ridha dan ampunan-Nya.
Kemudian Rasulullah memerintahkan para sahabat untuk mencari pemuda itu.
Setelah beberapa lama para sahabat itu mencari-cari, akhirnya mereka menemukan pemuda itu tengah bersujud dengan keadaan yang terlihat menyedihkan. Para sahabat itu memberi kabar bahwa dosa-dosanya telah diampuni. Kemudian diajaknya pemuda itu untuk menghadap Rasulullah.
Saat itu Rasulullah tengah melaksanakan shalat Maghrib. Kemudian para sahabat dan juga pemuda itu berbaris, makmum di belakangnya. Tatkala Rasulullah sedang membaca At-Takatsur, setelah Al-Fatihah, tiba-tiba pada ayat ‘hatta zurtumul maqaabir’ terdengar jeritan anak muda itu.
Setelah selesai shalat, Rasulullah dan para sahabat mengerumuni pemuda itu. Ternyata dia telah menghembuskan napas, menghadap ke hadirat Allah Yang Maha Penyayang.
Menurut riwayat tersebut, diterima tobat anak muda itu dan diampuni dosa-dosanya. Dalam Al-Qur’an dikumandangkan tentang kasih sayang Allah, yang ditegaskan melalui Surat Al-Baqarah ayat 222 : “Sungguh Allah mencintai para durjana yang tobat dan Allah mencintai orang-orang yang bersih.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar