Guru memang pekerjaan yang mulia. Tidak semua orang bisa layak menyandang predikat sebagai seorang guru. You know, guru itu digugu lan ditiru, dipatuhi dan ditiru. Sudah semestinyalah seorang guru itu dikatakan sebagai manusia yang mendekati sempurna. Bayangkan saja, ia patut untuk dipatuhi, dituruti, dihormati, dan ia juga pantas ditiru, di-copy, being followed.
Terlepas dari sosok guru yang demikian, bagiku menjadi guru adalah pekerjaan yang sama sekali tidak mudah. Imagine guys, you gotta have a great passion to teach your pupils. Ngajarnya itu pun harus dengan hati. Tulus. Penuh kasih sayang. Di balik proses belajar-mengajar yang hanya dalam hitungan jam di kelas, ada banyak hal yang seharusnya diketahui oleh orang awam. Aku miris sekali and so annoyed dengan orang-orang awam yang mengatakan bahwa kerjaan yang paling enak itu guru. What the hell. -_____-
Emangnya gampang ngadepin puluhan anak orang dengan berbagai karakteristik sikap dan watak di kelas dalam satu waktu pembelajaran? Puluhan anak orang itu cara belajarnya lain-lain, kemampuan menyerap materi pembelajaran juga lain-lain, cara bersikap kepada teman dan guru juga lain-lain. Di sini, seorang guru harus mampu menguasai kelas dan mengondisikan kelas dalam keadaan kondusif agar materi pembelajaran dapat ditransfer dengan baik. Okay, itu baru satu kelas. Padahal guru itu ngajar nggak cuma di satu kelas.
Ketika mengajar, seorang guru tidak semata-mata hanya mengajar, melainkan juga mendidik. Guru harus kreatif dan terampil mengolah metode dan strategi pembelajaran yang cocok dengan materi pembelajaran disesuaikan dengan kurikulum yang berlaku on the recent time, kemudian mengolahnya dengan mengintegrasikannya dengan karakter atau nilai-nilai ketuhanan yang terkandung. Edyan, mumet!
Seorang guru sudah tentu harus menguasai materi. Itu harga mati! Kalau cuma ecek-ecek, ngapain jadi guru? Kasihan itu muridnya berkiblat pada guru yang otaknya kosong dan cuma gede omong. Tentunya guru nggak cuma pinter buat diri-sendiri, melainkan juga bisa minterin anak orang dengan penyampaian materi yang benar. Transfer ilmu itulah yang esensial. And this is not easy, man!
Again, administrasi pembelajaran yang belibet dan bejibun harus disusun guru demi kelancaran pembelajaran. RPP, prota, prosem, KKM, silabus, instrumen penilaian kognitif-afektif-psikomotorik, dan itu semua wajib di-upgrade. Iya dong! 'Kan guru!
Well, intinya kalau mau menjadi guru, harus siap lahir batin jiwa raga menempuh segala sesuatu yang semestinya dilalui. Menjadi guru itu panggilan hati, bukan paksaan.
Bukan pula karena iming-iming gaji yang tinggi. Itu berlaku buat guru yang udah sertifikasi sih. Kalau guru honorer yaa gigit jari aja.
Menjadi guru adalah panggilan hati dan panggilan jiwa. Buat apa menjadi guru tapi dalam hati tidak pernah ikhlas mendidik anak orang supaya menjadi pribadi yang lebih baik? Buat apa menjadi guru tapi bukan berasal dari panggilan jiwa melainkan dari panggilan gaji? Buat apa menjadi guru tapi ngajar aja ecek-ecek cuma mengandalkan satu metode pembelajaran, nggak peduli siswa-siswinya paham betul atau kosong betul? Buat apa? Do you never realize it?
Ouh, come on!
Mengikuti intuisi itu perlu. Mendengar panggilan jiwa dan hati itu penting. Bukan hanya latah mengikuti tren yang sedang booming. Mentang-mentang kesejahteraan guru sedang sangat diperhatikan, lantas sebagian besar orang memaksakan dirinya untuk menjadi guru.
Jangan sampai salah jurusan. Karena pekerjaan sebagai guru yang bakal digeluti itu, akan menghabiskan separuh umurmu for the rest of your life.
Aku sendiri pun belajar dari yang sudah-sudah. Aku nggak ingin mengulangi kesalahan yang sama tentunya. Kita memang harus selektif memilih sebelum menyesal. Karena pilihan yang sudah kita ambil adalah pemberi warna dalam kehidupan kita. Mau warna putih, hitam, merah, biru, hijau, ungu, terserah kita. Kita yang tentukan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar