Senin, 31 Agustus 2015

Air Mata dan Jeritan

Terduduk termenung ku di tepi savana luas
Kuharap ku tak lihat ujung demi ujungnya
Sayangnya pandanganku berbatas
Bolehkah ku menangis sekarang?
Air mata ini keluar dengan sendirinya tanpa kuperintah
Bahkan aku tak tahu apa sebab air mata ini muncul
Barangkali ia rindu akan jeritan
Sayang sekali jeritan itu tak kunjung datang
Jeritan itu bersembunyi di balik air mata yang telah jatuh berdebam ke bumi
Membasahi tanah yang tak subur lagi
Betapa ingin kupersatukan air mata dengan jeritan
Agar tak lagi ada rasa iri di antara keduanya
Supaya adil kehadiran mereka untuk menopangku
Dudukku kini mulai melemah
Lelah kemudian kubaringkan saja
Kunikmati jeritan yang ada di dalam bulir-bulir air mata yang mengalir di kedua pelipis
Bukan lagi di kedua pipiku
Biar kurasakan hangatnya pedihnya
Hingga habis dan kering air mata ini
Dan hanya tersisa jeritan yang siap untuk digarangkan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar