Minggu, 12 Juni 2016

Berjalan di Atas Bara Api

Bertahun-tahun sudah kulalui jalan ini. Jalan yang sama sekali tidak membuatku nyaman. Jalan yang bukan merupakan pembebasanku atas tawa liarku. Jalan yang justru membawaku jauh dari rangkaian mimpiku. Semacam tersesat. Sengsara sekali rasanya menjalani hari demi hari dengan tapak kaki penuh luka akibat menjejakkannya pada bara api yang menyala-nyala. Derita ini tak akan pernah usai bila ku sendiri tak menghentikannya. Ya, berawal dari diri-sendiri.

Ini semua berawal dari keterlanjuran. Aku terlanjur memilih. Karena toh kupikir semua akan baik-baik saja dan aku bisa melewatinya. Aku pun masih hidup. Sehat. Memang betul demikian adanya. Namun, bila ditilik lagi lebih dalam, yang ada hanya siksaan. Aku tersiksa, menderita, sengsara karena jalan yang kupilih sendiri. Salahku? Baiklah, ini memang salahku. Saat itu aku memutuskan hal ini dalam keadaan di mana aku tidak bisa berpikir jernih dan berakal sehat. Penuh tekanan akibat amarah dari ayahku yang bertubi-tubi ditujukan kepadaku karena aku tak kunjung lolos untuk mendapatkan bangku kuliah. Sehingga, ketika pengumuman SNMPTN itu tiba, aku merasakan euforia yang teramat sangat membahagiakan. Saat itulah akal sehatku tidak bisa bekerja dengan baik. Hingga akhirnya aku menutup peluang-peluang lain dan menetapkan hasil SNMPTN itulah sebagai tujuan akhirku.

Setelah semua terjadi dan berlalu, aku baru menyadari bahwa ini bukan yang aku mau. Ini bukan jalanku. Ini bukan inginku. Ternyata aku menciptakan neraka di dalam hidupku sendiri. Aku tak tahu sampai kapan aku sanggup berjalan di atas bara api yang senantiasa terasa panas dan menyakitkan saat dipijak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar