Senin, 03 Maret 2014

Prosedur Surat Ijin Penelitian

Mengurus surat izin riset sebenarnya adalah hal mudah. What?!! Mudah?!! Iya, mudah, selama kita mengikuti prosedur yang sesungguhnya dan membawa hati kita dalam suasana yang ceria. Kalo udah bad mood duluan, dijamin deh jalannya ngurus surat itu jadi hal yang super menyebalkan. Intinya, kita harus ikhlas and just let it by the flow aja. Wkwkwk :D

Ok, gak usah lama2, langsung aja aku share pengalamanku dalam urusan surat izin riset ini. Here we go...
Aku berkuliah di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Fakultas Sains dan Teknologi. Jurusan Pendidikan Fisika. Angkatan 2010. Penelitian yang kulakukan berlokasi di SLB-A YAAT Klaten. Jadi, di luar kota nih. Otomatis, surat izinnya berbeda dari penelitian yang berlokasi di Jogja. Well, aku mengunduh surat izin riset di website UIN tercintrong, http://www.uin-suka.ac.id. Ada dua surat yang harus kuisi identitasnya, kemudian aku minta tanda tangan kepada pihak yang bersangkutan, setelah itu dicap oleh pihak fakultas sebagai tanda resminya. Dua surat sudah di tangan. *yeaaayyy*
untuk Kesbang Jogja
untuk sekolah
Pada hari Kamis, 30 Januari 2014, aku datang ke Bakesbanglinmas (Badan Kesatuan Bangsa dan Perlindungan Masyarakat) Jogja yang beralamat di Jalan Jenderal Soedirman No. 5 Yogyakarta 55233. Untuk singkatnya sih kita nyebutnya Kesbang gitu aja ya. Lokasinya kalau dari UIN, ke barat aja lurus, sebelum Tugu kanan jalan, setelah Hotel Phoenix. Berkas yang aku bawa antara lain Surat Pengantar Izin Penelitian dari fakultas (1), fotocopy KTP (1), fotocopy KTM (1), dan proposal skripsi. Sampai sana nggak langsung diurus sih, nunggu hari Senin baru bisa diambil surat lanjutannya (soalnya hari Jumat tanggal merah, hari Sabtu emang libur tuh kantor). Aku dilayani dengan ramah oleh ibu-ibu pegawai sana. Hehe :D. Oh iya, tempat dilayaninya di lantai 2. Parkirnya juga nggak bayar, gan.


Fine, tibalah hari Senin, 3 Februari 2014. Aku ke Kesbang lagi nih buat ambil surat. Sampai sana aku dilayani dengan ramah juga oleh bapak-bapak yang lumayan sepuh. Seperti inilah wujud suratnya:
Surat pengantar dari Kesbang Jogja untuk Gubernur Jateng

Nah, surat itu sebagai surat keterangan untuk disampaikan ke Gubernur Jawa Tengah. It means, aku harus ke Semarang buat nyerahin tuh surat. Di situ juga tertulis, tembusan diserahkan ke Dekan. Baiklah, kugandakan suratnya kemudian kuserahkan ke fakultas. Harus selalu diingat bahwa surat yang asli HARUS berada di tangan kita, nggak boleh sampai jatuh di tangan pihak lain, karena itu arsip penting buat kita. Okay, urusan persuratan di Jogja sudah beres. ^_^ *senyummalaikat*


9-10 Februari 2014 adalah hari-hariku di Semarang. 


Senin, 10 Februari 2014, jam 9 pagi capcus ke kantor Badan Penanaman Modal Daerah (BPMD) yang beralamat di Jalan MGR Soegijopranoto No. 1 Semarang 50131. Cukup di lantai 1, pelayanannya ramah sekali seperti di bank-bank. Ada jatah antri gitu. Nah, aku dilayani oleh pegawai dengan seragam PNS. Berkas yang kuserahkan antara lain proposal skripsi, surat pengantar dari Kesbang Jogja (1), fotokopi KTP (1), dan fotokopi KTM (1). Nggak sampai 20 menit, urusan surat selesai. Yey, bisa pulang deh. FYI, parkirnya nggak perlu bayar kok, sekalipun ada security di situ.
Surat dari Semarang kayak gini nihh:
halaman 1
halaman 2
Lanjut ke next story, Klaten!

Nice morning, Kamis, 27 Februari 2014, aku siap menyusuri Klaten dengan Baby Red yang fit setelah dia menjalani perawatan di Ahass Jogja selama satu setengah jam. *gapenting banget info barusan*

Anyway, aku berangkat dari Jogja sekitar jam 09.45. Langsung capcus ke kantor Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbang) Klaten yang beralamat di Jalan Merapi No. 6a Klaten 57423. Sampai sana, aku dilayani pegawai yang berwujud ibu-ibu. Ternyata eh ternyata, pihak Kesbang tidak menerima surat tembusan dari Gubernur Jawa Tengah, melainkan menerima dari Bappeda Klaten. Oh, God. Langsung deh aku gas pol ke sana.

Berhubung aku belum tahu Bappeda itu mana, akhirnya kusengaja menyasarkan diri ke Pemda Klaten. Dari pintu gerbang itu, langsung ketemu security deh, dan tanya-tanya. Ternyata kantor Bappeda itu ada di belakang kantor Pemda Klaten sekitar 100 meter, nggak jadi satu kompleks sama Pemda. Hahaduhh, ngakak parah ngetawain diri-sendiri deh.
Setelah mengikuti petunjuk bapak security yang di Pemda tadi, akhirnya kutemukan juga Bappeda. (Sebenarnya aku sudah diberitahu oleh Papa letak kantor Bappeda, tapi emang karena akunya yang kurang kerjaan dan iseng aja pengen ngeliat Pemda itu kayak apaan, alhasil aku menyasarkan diri aja deh ke sana!)
Nama kantornya sih Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dengan alamat Jalan Pemuda No. 294 Gd. II Klaten 57424. Well, sampai di halamannya sih yang pertama kulihat mobil-mobil yang terparkir rapi, motor yang berjejeran, dan ada penjual duren yang sempet-sempetnya jualan di halaman kantor pemerintahan itu. Langsung deh aku parkirkan motorku sesuai arahan bapak-bapak yang kupikir emang tukang parkir di situ. Lanjut kutanya deh sama security kalo mau ngurus surat riset di mana. Dan beliaunya menjawab, “Di lantai 2 mbak, setelah itu belok kiri.” Okelah, capcus.
penampakan depan gedung Bappeda

Menyusuri lantai satu ke lantai dua sebenarnya tidak membutuhkan waktu lama, karena begitu masuk lewat pintu utama langsung dihadapkan pada anak tangga. Suasananya tuh kayak masuk bangunan tua jaman baheula deh, tapi nggak serem-serem amat sih. Setelah sampai di lantai 2, aku langsung belok kiri deh, eh langsung aja aku disapa pegawainya (bapak-bapak lagi). Oh, Tuhan. By the way, kenapa pegawai pemerintahan yang kerja kebanyakan orang-orang tua? Yang masih muda, seger, kinclong, bening, di bagian mana sih? Lupakan. Kembali ke pembahasan.
semacam hiasan
memasuki koridor
Aku langsung dilayani oleh bapak-bapak sepuh berkaitan dengan surat izin risetku. Yahh, basa-basi lah, ngomongin dari kampus mana, jurusannya apa, mau penelitian di mana, kok ambil penelitian di SLB, and so on. Aku menyerahkan surat keterangan dari Gubernur Jawa Tengah dan proposal skripsiku. Setelah mengisi keterangan secukupnya di suatu-buku-milik-bappeda-yang-kelihatannya-sudah-hampir-lapuk, aku diberikan surat keterangan riset untuk berbagai pihak, salah satunya adalah Kesbang.
ngisi keterangan

Surat dari Bappeda seperti ini:
surat pengantar dari Bappeda Klaten untuk sekolah
Okay, fix. Aku harus menggandakan surat itu sebanyak 4 lembar dan menggandakan KTM-ku sebanyak satu lembar, nah ngopy-nya di lantai 1. Turun ke lantai 1, aku ngopy 5 lembar deh, bayarnya seribu rupiah (anyway, KTM-nya kelupaan di-fotocopy. Nggak apa-apa. Namanya juga khilaf). Di tempat fotokopian ini, aku dilayani oleh ibu-ibu yang raut wajahnya judes setengah mampus. Biarlah, kutahan-tahan aja biar semua cepet beres. Walaupun hasil fotokopiannya kurang memuaskan (cuma lamat-lamat kayak kehabisan tinta), nekat aja aku bawa hasil fotokopian itu ke lantai 2. Ternyata diterima juga dan aku berhasil mendapatkan cap sekaligus amplop untuk selanjutnya diserahkan ke berbagai pihak yang bersangkutan. Well, selesai untuk urusan di Bappeda. Siap untuk kembali ke Kesbang. Waktu aku mau ambil motor, ditangani tukang parkir deh. Bayar juga seribu rupiah buat parkir. Hahaaa LOL :D


Balik lagi ke Kesbang Klaten.
penampakan luar gedung kesbang

Sesampainya di sana, disambut oleh ibu-ibu yang pertama melayani aku tadi. Langsung deh surat dari Bappeda Klaten diterima dengan baik, sementara yang dari Gubernur Jawa Tengah ditolak. Tuhaaaaannnn. Sudahlah, selesai untuk urusan di Kesbang. Sudah selesai semuanya? Belum, bro. Masih lanjut ke Dinas Pendidikan. Yuuukk mariiiiii.
Muter lagi deh menuju Dinas Pendidikan Klaten yang beralamat di Jalan Pemuda Selatan No. 151 Klaten.
Dinas Pendidikan Klaten

Masuk ke halamannya, agak bingung soalnya halamannya sempit, mana mobil sama motor banyak banget lagi yang parkir. Tapi untungnya aku dapet satu spot yang enak buat markirin The Baby Red. Sebelum aku beranjak dari tempat parkir menuju ke kantornya, aku sedikit ragu untuk masuk, karena waktu sudah menunjukkan pukul 11.35, waktunya istirahat pikirku. Ah, tapi kepalang tanggung nih. Akhirnya nekad juga masuk. Tapi sebelum masuk ke kantornya, lagi-lagi tanya dulu sama orang. Aku nemuin sosok bapak-bapak yang kupikir adalah pegawai kantor situ. Dari beliau aku tahu juga nih letak persis ruangan yang diperuntukkan ngurusin surat riset. Nah, sesampainya di tempat, aku dilayani ibu-ibu (lagi). Well, cuma menyerahkan surat tembusan dari Gubernur Jawa Tengah. Sudah, itu saja. Setelah itu, pulang. Go home. Waoooowww. Finally, urusan surat tembusan untuk Dinas Pendidikan Klaten selesai juga.


ALHAMDULILLAH.


Rasanya capek loh, serius! Muter-muter ke sana kemari bolak-balik udah mirip setrikaan, yakinnnn! Tapi lega setelah melewati fase itu. Bener deh! Plong rasanya. Udah nggak ada yang ngganjel lagi untuk urusan administratif seperti itu. Benar-benar merasakan pahit manisnya perjuangan ngurus ini-itu sendiri adalah hal yang mengesankan, loh. Mental dan fisiknya bener2 diuji. Mental: harus pasang muka badak, nggak boleh malu apalagi gengsi buat tanya-tanya ke siapa aja meskipun kelihatannya kayak orang bego. Fisik: harus sehat betul kondisi badannya untuk melewati medan yang demikian crowded-nya (waktu itu kebetulan kondisiku lagi kurang fit, semacam gejala flu, badan aras2en, tapi tetep aja namanya ELLIZA kalo gak nekad dan keras kepala ya bukan ELLIZA).

Demikian. Itu ceritaku dalam hal ngurusin surat izin penelitian. Semoga bermanfaat.

Kamis, 27 Februari 2014

G U R U ~

Sebagian orang berpikir menjadi guru itu mudah, tak terkecuali saya sebelum memasuki dunia perkuliahan. Setahu saya, guru itu kerjaannya hanya seputar pelajaran: mengajar, memberi tugas/PR/ulangan, membahas materi pelajaran. Sudah. Ternyata saya salah besar. Setelah memasuki dunia perkuliahan yang notabene berbau PENDIDIKAN, mata saya benar-benar baru dibukakan. Menjadi guru itu sulit luar biasa, mulai dari hal administratif sampai operasional. Harus paham dan menguasai materi pelajaran sedalam-dalamnya; harus paham mengenai psikologi anak didik; harus mampu mengendalikan kelas; harus pandai-pandai menguasai emosi diri-sendiri; harus cakap dalam penyusunan silabus, RPP, program tahunan, program semester, KKM, bahan ajar, media pembelajaran, instrumen penilaian yang memuat aspek kognitif-afektif-psikomotorik, dan lain-lain banyak banget gilaaaakk!! >_<
Ternyata tanggung jawab seorang guru seperti itu, yah. Memang berat, susah. Terlepas dari itu semua, ada dua hal yang masih menggelitik di pikiran saya. Satu, tanggung jawab MORAL. Moral untuk diri pribadi guru sendiri dan moral anak didik. Dua, panggilan JIWA sebagai seorang guru. Tentunya panggilan jiwa ini bukan hanya kesiapan mengajarkan materi pembelajaran, melainkan kesiapan mendidik para anak didik. Akan tetapi, kalau sudah berbicara mengenai moral dan karakter anak didik yang beraneka ragam, tentu ini jadi hal yang kompleks, rumit, dan abstrak.
Oke, kembali kepada dua hal yang menggelitik tadi. Saya bingung dan nggak habis pikir dengan hal tersebut. Mau nggak dipikir, tapi kok kesannya masa bodoh. Mau dipikir, tapi kok pusing sendiri. Intinya, saya merasa itu tetap menjadi sesuatu yang menggelitik dan tidak akan pernah habis bila menjadi bahan pembahasan. Tidak pernah habis. Mungkin kelak ada masanya hal yang menggelitik tadi dapat terselesaikan dan mendapat jawaban jelas-tidak nggantung-tegas-reliabel.

Selasa, 04 Februari 2014

Sudah Semalam Ini

Sudah semalam ini aku masih terjaga
Di rumahku, di kamar tidurku yang mungil dan sesak ini
Demi mencoba-coba, trial and error, otodidak, sama sekali tak membaca petunjuk dari mana pun
Demi sebuah "produk"
Memang hanya iseng
Semoga keisengan ini cukup menambah pengalamanku
Kubawa enjoy dan aku menikmatinya
Mendengarkan musik dan lagu favoritku
Mencampuradukkannya
Coba lagi dan lagi
Semoga tidak menjadi beban untukku
Semoga aku menyukai aktivitas ini
Semoga aku .....


Rumah, Ngabeyan, 23:04
31 Januari 2014

Jumat, 27 Desember 2013

m e n y e s a k k a n

MAMA
dan hanya
MAMA


Yang paling bisa memahamiku
Yang paling bisa mengertiku
Yang selalu mengalah demi aku
Yang selalu membelaku
Yang selalu mendukungku
Yang selalu menyayangiku
Yang selalu mencintaiku
Yang tulus melakukan apa pun demi aku
Yang lembut dan kalem
Yang tak pernah memperlihatkan kesedihan berlarut-larut
Yang tegar dan tangguh
Yang berarti sekali bagiku
Allah, Tuhanku, aku berteriak dalam batin, jaga mamaku, lindungi dia, dan biarkan aku tumbuh bersamanya sampai aku tua!


*Tekanan pena dan air mataku adalah saksi atas semua ini*

Jogja, kabur dari rumah, 26 Desember 2013
09.09 pm

raksasa

Aku kehilangan raksasaku
Aku seperti kehilangan arah dan tujuan
Ke mana dia?
Taringku tak sekuat dulu
Pesonaku hilang
Apa ini?
Apa artinya semua ini?



Djogdja, 20 Desember 2013
23:32

HUJAN (LAGI)

Entah mengapa hujan selalu bisa menghipnotisku
Dari dentumannya yang ringan hingga sederas mungkin
Suaranya, lengkingannya, selalu cocok dengan suasana hati
Perasaan...
Tiada habis kata disandingkan dengan hujan
Hujan selalu jadi tema menarik bila dihubungkan dengan hati
Memori masa silam kembali terkuak
Imajinasiku bermain-main seraya berloncat-loncatan
Beriringan dengan bayangan, segala bayangan
Tanpa tujuan seakan hanya penghias realita
Realita fiktif...
Aku lelah, sungguh
Menghadapi hati atau perasaan yang tak pernah bersinergi dengan pikiran
Lagi-lagi derai air hujan pun memanas
Tapi suaranya menenteramkan jiwa
Aku hanya suka keheningan, kesendirian di saat seperti ini
Hujan...
Selalu menjadi kawan terbaik di saat aku butuh pelampiasan
Derai air yang jatuh dari langit ke bumi cukuplah sebagai simbol
Dan ini mewakili air mataku yang tak sanggup tumpah di pipi
Hanya tertahan dalam batin



Kamar kost 12:36 pm
20 Desember 2013

Sabtu, 14 Desember 2013

Mendung Tidak Hujan

Mendung...
Tapi tidak hujan
Tidak pula gerimis
Mengiringi pikiranku yang berkecamuk
Semua masih terdesain rapi di otak
Belum divisualisasikan
Belum diungkapkan dalam kata maupun gambar
Abstrak...

Mengapung
Mengambang
Belum jelas arah dan tujuannya
Yang ada hanya berakhir di kasur
Tidur...

Tidur yang sama sekali tak tenang dan tak damai
Lelah bekerja, tidak
Lelah berpikir, iya
So?


~di keheningan kamar kost~
~kipas angin menyala~
Jumat, 13 Desember 2013
02.39 pm

sajak sebelum kuliah (kemungkinan terlambat)

Siang menuju sore, sebelum kuliah
Mendung sedikit membuat hawa terasa panas
Berkeringat, tak ada angin
Tapi semua itu tidak membatasi aktivitas di siang menuju sore ini
Game dan novel dan rokok dan es susu dan film
Masing-masing berkutat dengan kesibukannya sendiri-sendiri
Entah sebagai pelaku maupun penonton
Yang penting nyaman dan suka


Djogdja, 10 Desember 2013
14.08-14.12

HUJAN

Rintik hujan ini kudengar
Sayup-sayup seperti memanggil namaku
Hening
Tapi tak sunyi
Aku hanya merasakan kedamaian
Nyaman sekali
Hujan ini damai
Tidak begitu deras, pun tidak hanya gerimis kecil
Titik-titik jatuhnya air hujan dari kerajaan langit bagai melantunkan lagu syahdu
Sejuk, dingin, beku
Perasaanku terseret
Menikmati cumbuan keheningan sang hujan
Aku tak menatap hujan
Aku hanya mendengarkan desahannya
Sungguh
Menggodaku untuk bersatu dengannya
Menikmati setiap sentuhan titik-titik air yang berupaya memelukku dalam kedamaian
Rintik hujan yang demikianlah yang selalu kurindukan
Bila aku sedang merasa tertekan, hampa, sedih, dan kosong
Kurasa ini hanya penawar sementara
Tapi ini manjur
Dan aku suka


di keheningan kamar kost djogdja
9 Desember 2013 07.03  pm

Suara - Emosi

Aku tak suka suara keras
Aku tak suka suara yang menggelegar
Aku tak suka suara yang sanggup merontokkan isi jantungku
Aku tak suka suara yang kasar
Aku tak suka suara yang menyakitkan untuk didengarkan

Emosi memang selalu mendapat kesempatan dua kali sebelum akal yang berbicara
Emosi memang selalu menang
Emosi memang egois dan tak pernah mau mengalah
Emosi memang angkuh, memandang remeh semua hal

Jantungku berdegup sangat kencang
Jantungku hampir runtuh
Jantungku terasa nyeri
Jantungku pecah!

Kenapa harus ada emosi bila akal jua eksis?
Kenapa harus ada emosi bila diam lebih berarti?
Kenapa harus ada emosi bila hening sangat mendamaikan jiwa?
Kenapa harus ada suara bila bisikan malah lebih membuat diri baik?
Kenapa harus ada suara bila senyum lebih bermakna?
Kenapa harus ada suara bila kebisuan sangat diharapkan adanya?


Rumah, 19.37, malam minggu, 7 Desember 2013