Kamis, 10 Oktober 2013

bzzzt

run. stuck. run. walk. stand. stand. stand. walk. run. run. run.
run. run. stuck. stop. stop. stop. walk. walk.
walk. run. run. run. run.
far away.

Jumat, 04 Januari 2013

Like a Child

Kadang aku berpikir aku ingin seperti anak kecil.
Mereka imut, masih sangat muda, dan polos.
Tanpa dosa pula.
Mereka melihat dunia seperti yang mereka mau.
Tak pernah mengeluhkan tentang hal-hal sepele, selalu tertawa lepas, bermain-main sepuasnya, bebas lakukan apapun tanpa harus merasa bersalah, tidak memikul tanggung jawab yang besar, selalu optimis dan yakin semua hal bisa terwujud-ada-riil sekalipun itu merupakan suatu absurditas, cepat dapat memaafkan kesalahan orang lain dan segera melupakan kesalahan itu kemudian kembali bergandengan tangan dan tersenyum riang, tetap berlarian meskipun sesekali tersandung dan terjatuh, menangis sepuasnya tanpa harus merasa malu tapi lantas kembali tertawa riang begitu melihat sesuatu yang lucu dan menggelikan, terus mau belajar tanpa merasa bahwa itu adalah beban, berani memimpikan hal-hal besar walaupun itu mustahil, berdoa kepada Tuhan dengan bahasa yang seenaknya, tidak segan meminta dekapan hangat mama atau gendongan erat papa, bebas menjahili kawan, bebas bergaul dengan siapapun tanpa khawatir dihinggapi suatu perasaan yang orang dewasa sebut itu "cinta", tidak pernah mengeluh berlebihan ketika sakit atau kurang sehat, bebas makan es krim-kue-donat-roti-permen seharian dalam skala besar tanpa tahu semua benda tadi berpotensi menimbulkan diabetes, serta bebas bertingkah dan mengekspresikan diri sesukanya tanpa harus merasa ragu-malu-dan sebagainya.
Ada kalanya aku ingin seperti itu, meskipun tidak harus semuanya sama persis.
Tapi yaahh.....secara garis besar dalam hal berpikiran positif lah.
Anak kecil itu jarang su'udzon. Mereka anggap semua orang dan semua kemungkinan itu baik, tidak pernah buruk. Mereka beranggapan dunia selalu mendukung dan berpihak pada mereka.

Senin, 22 Oktober 2012

hope that I can FORGIVE

for what you BELIEVE in a BETRAYER who gave the fucking LIES ?
memaafkan saja belum cukup.
bara yang kau sebar belum mampu kau padamkan sepenuhnya.
mungkin yang kau tahu,
I'll leave this SCAR when my life ENDS.

Selasa, 18 September 2012

Rest in Peace, Guys.

( 28 Januari 2009 )
Sudah cukup lama yah waktu berjalan, nggak terasa udah 3 tahun.
Aku masih bisa membayangkan senyummu.
Juwita Qoirun Nisaa.
Kamu tahu Ju, ketika itu waktu berjalan cepat sekali. Waktu itu kita masih kelas dua SMA, XI IPA 3.
Kelas kita paling ujung timur dekat kantin bila dihitung dari deretan kantor guru.
Entah kenapa suasana hari itu lain sekali. Sangat berbeda. Aku tak menyangka kalau ini jadinya.
Ju, kamu ingat waktu pak Agus mengajar pelajaran Bahasa Indonesia? Beliau menyebut gelar tertinggi manusia yaitu ALM. Dan memang benar, semua orang kelak menyandang gelar itu tanpa mengetahui kapan waktu tepatnya wisuda.
Ju, kamu juga tahu kan suasana kelas siang itu, gelap. Jendela kelas tak bisa dibuka karena dari luar tertutup oleh material atau semacam kayu-kayu atau apalah. Ditambah lagi lampu kelas mati. Gelap sudah jadinya. Hanya beberapa berkas sinar yang mampu menembus masuk ke dalam kelas kita.
Ju, kamu juga ingat kok waktu piring-piring di kantin tiba-tiba pecah dua atau tiga kali, aku lupa tepatnya. Mungkin hanya kebetulan saja.
Ju, beberapa hari sebelumnya kamu sms temen-temen, memintakan maaf atas kesalahan orang lain, bukan untuk dirimu. Kamu baik sekali, Ju.
Ju, waktu jam istirahat kita di UKS, kamu aku titipin handphone milik Ipin, dan kamu cuma diam saja, menatap kosong padaku.
Ju, waktu hari itu, kamu lebih banyak diam sama aku dibanding sama Nisa dan Putri.
Ju, pas pelajaran Fisika di laborat lantai atas, kamu maju ke depan, ngerjain soal fisika, dan ternyata itu adalah terakhir kalinya kamu ngerjain soal fisika di papan tulis. Kamu juga asyik-asyik berfoto dengan Putri dan Nisa di lab waktu itu, dan kamu katakan, "Buat kenang-kenangan."
Dan foto terakhir ketika pelajaran selesai adalah foto di anak tangga menuju laborat bersama dengan kawan-kawan dan pak Wardoyo, guru Fisika kita.
Aku tak menghubung-hubungkan semua hal itu dengan kejadian yang menimpamu, Ju.
Aku hanya mengenang.
Sekitar jam setengah tiga, aku benar-benar seakan disambar petir.
Aku sedang les, Ju. Les di tempat pak Yono. Dan ketika itu jadwalnya Fisika.
Telpon pertama datang dari Putri, dia terisak-isak mengabarkan bahwa kamu kecelakaan dan sekarang dibawa di PKU Karanganom. Aku berencana setelah les berakhir, aku akan menengokmu karena kupikir kamu hanya jatuh ringan, Ju. Aku sungguh nggak menduga kamu mengalami kecelakaan yang sangat serius karena jalannya juga bukan jalan raya. Tapi aku salah.
Kurang dari lima menit kemudian, telpon kedua datang, dari Putri lagi, dan dia mengatakan, "Ell, Juwi meninggal....." Dia terisak-isak, Ju. Aku sungguh terkejut, amat sangat terkejut.
Kejadiannya begitu cepat, Ju.
Cepat sekali.
Saat itu juga aku langsung menuju ke PKU. Dan hanya tangis yang kudapat.
Banyak ceceran darah di lantai dan aku pun melihat tubuhmu sudah ditutupi kain dengan kerudung penuh darah yang tersembul keluar dari kain penutup itu.
Seketika aku menangis.
Akhirnya hujan pun jatuh membasahi bumi. Menghapus jejak-jejak darahmu di sepanjang jalan antara Koramil-PKU.
Malamnya aku ke rumahmu, Ju. Takziyah.
Dan aku bisa melihat dengan jelas bagaimana tubuhmu terbaring kaku di meja itu.
Aku dan kawan-kawan diperbolehkan melihat wajahmu, Ju. Ibumu yang membukakannya. Sungguh, ibumu begitu tegar dan tabah, Ju. Aku melihatmu untuk terakhir kalinya.
Esok harinya, kau pun dimakamkan.
Kau dan aku menjalani dunia yang berbeda sekarang, Ju.
Tiga hari bukan hal yang mudah untuk merelakanmu.
Jiwaku masih begitu labil, Ju.
Kau tahu itu, 'kan?


( 5 Mei 2010 )
Saat itu sudah kelulusan. Kita jarang bertemu lagi.
Brilliant Kaduma Rilangga.
Meskipun kita beda kelas, kamu XII IPA 1, tapi aku mengenalmu, Bri.
Karena kamu adalah kawan sahabatku, Asri.
Memang aku tak begitu kenal dekat denganmu, tapi kita pernah saling bersua, saling lempar canda, saling ngobrol, dan lain-lain lah.
Bri, semua kejadiannya cepat sekali dan tak pernah aku duga sebelumnya.
Bahkan sekitar satu jam sebelum kamu kecelakaan, kita berjumpa di jalan, di Gataksari. Aku membunyikan klaksonku, kamu pun mengetahuinya. Hanya secepat itu. Tiba-tiba saja ketika aku sampai rumah, aku mendapat kabar bahwa kamu meninggal karena kecelakaan.
Siapa yang nggak kaget kalau kejadiannya seperti itu, Bri? Bayangkan.
Malam itu, aku tak bisa takziyah dan melayat ke rumahmu, Bri, karena suatu keadaan yang mendesak.
Aku hanya bisa berdoa dari jauh.


( 22 September 2010 )
Sudah mulai kuliah. Kamu di UNS Solo, aku di UIN Jogja.
Nggak ada yang mengira sama sekali kalau kejadiannya seperti ini.
Waktu itu kamu sedang perjalanan mau ke kampus, 'kan?
Tri Sakti Rahmad Hidayat.
Kita dulu sekelas loh, dua tahun di XI IPA 3 dan XII IPA 3.
Dan kita lulus sama-sama.
Dan hal yang mengagetkan itu terjadi ketika aku sedang menjalani ospek di kampusku.
Lebih tepatnya saat itu baru Technical Meeting, tapi itu juga agenda penting 'kan buat kita-mahasiswa baru-.
Jadwalku siang, jam 12.30.
Tapi paginya, sekitar jam sembilan, secara mendadak, aku mendapat kabar bahwa kamu kecelakaan, Sakti.
Dan kamu meninggal.
Tanpa menunggu waktu lama, aku langsung meluncur ke Klaten.
Aku menunggu di tepi jalan di Polanharjo dekat kantor kecamatan, menunggu sang ketua kelas, Chandra, yang notabene juga kawan dudukmu satu bangku selama di kelas, untuk menuju ke rumahmu.
Sakti, waktu itu, ketika aku sampai, aku melihatmu sudah terbaring ditutupi kain.
Aku tak sempat mengantarmu hingga ke liang lahat.
Aku tak bisa lama-lama, Sakti, karena ada agenda yang harus aku jalani.
Akhirnya tepat jam 11.30 aku kembali ke Jogja. Kupacu motorku sekencang mungkin agar aku tidak terlalu telat sampai di kampus.
Aku sudah memberi kabar kepada salah satu panitia bahwa kemungkinan aku terlambat datang karena melayatmu, Sakti.
Beberapa hari kemudian, ketika aku di rumah, aku mendapat bahwa kamu masuk di koran Suara Merdeka.
Dan kabar beritanya memang sangat tidak mengenakkan yaitu kecelakaan yang akhirnya merenggut nyawamu.



Ya, ketiga kawanku itu meregang nyawa karena kecelakaan lalu-lintas.
Memang sudah jalannya seperti ini, mau bagaimana lagi?
Terkadang memang kenyataan itu begitu menyesakkan untuk diterima, tapi kalau itu jadi jalan terbaik, mau tidak mau kita harus menerimanya.
Semoga kawan-kawanku diberikan tempat terbaik di sisi Allah, diampuni dosa-dosanya, dan diterima segala amal ibadahnya.
Aamiin.

Anyway, aku menulis ini di kamar kostku sendirian tapi aku merasa kayak ditemenin mereka.
Tengah malam sunyi begini, coy.
Pikiran jadi melayang kemana-mana.
Hehehe :D
Sudahlah, mereka adalah orang-orang yang baik.
Tuhan lebih menyayangi mereka.
^_^

Minggu, 09 September 2012

es-en-em-pe-te-en


Sedikit mengulas tentang masa lalu. Yah, tak apalah. Masa lalu itu sejarah.
Tiap orang memiliki sejarahnya masing-masing.
Perjalanan tiap orang sudah pasti berbeda-beda.
Dan kali ini, aku akan memaparkan tentang sejarahku.
Sejarah yang sebenarnya gak penting-penting amat tapi penting banget buat aku.
Yeaaa.....
Tak usah berlama-lama pembukaannya, langsung aja gas pol.
This is it :


Ruang 07 Gedung D/Pendidikan MIPA, FKIP UNS menjadi saksi perjuanganku melawan soal-soal mematikan dan mengenaskan bagiku. Ya, SNMPTN. Siapa sih yang gak tahu Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri? (bener gak tuh kepanjangannya?)
Di tempat itulah aku berjibaku selama dua hari menguras otakku demi menyelesaikan soal-soal yang ada di depan mataku.
Ehmm, berhubung jurusan yang aku ambil adalah IPC, jadinya aku harus berhadapan dengan berbagai soal yang lebih kompleks.
Bidang IPS-lah yang belum aku kenali lebih dalam karena semasa SMA aku bergelut di bidang IPA yang mana sebenarnya aku merasa sangsi juga menjalani hidup selama kurun waktu dua tahun mendalami ilmu-ilmu eksak di kelas XI dan XII.  --_____--
Tapi karena jurusan ujian yang aku ambil adalah IPC, mau gak mau ya aku harus mendalami bidang IPS sesuai caraku sendiri dan tentunya dalam waktu sesingkat mungkin, hanya beberapa bulan, tidak lebih dari 5 bulan kurasa.
Yeah, SNMPTN bukan satu-satunya ujian yang aku lalui demi mendapatkan bangku di perguruan tinggi NEGERI.
Notice : negeri loh yaa.
Saya tidak berpikiran akan menjalani kuliah di perguruan tinggi swasta mana pun, walaupun saya sudah ambil ancang-ancang lokasi kampus swasta mana yang akan saya tempati kalau saya tidak memperoleh kesempatan mengenyam pendidikan di kampus negeri.
Tapi kali ini cukup mengulas tentang test SNMPTN-nya saja lah. Tak usah ujian yang lain-lain.
Karena menurut saya, test SNMPTN tetap test yang unggul dan berharga di mata saya.

Yepp, di kampus UNS itulah selama 2 hari aku berjuang.
Dengan harapan tinggi dan keprihatinan penuh aku berdoa dan berusaha.
Selama test di kota Solo ini, aku tidak sendiri. Aku diantar papa.
Papa rela cuti kerja demi mengantarkanku sekaligus menemaniku di kampus ini.
Sebenarnya sih aku bisa sendiri, tapi emang dasar papa aja yang over-protected sama aku.
Ya sudahlah. Aku tinggal menurut apa kata orangtua saja, 'kan?
Papa hanya khawatir melepasku dengan kemampuan mengemudi sepeda motor yang masih pas-pasan, belum terbiasa di jalan super raya.
Padahal kalau dipikir, jarak Klaten-Solo juga tidak terlalu jauh dibanding jarak Palembang-Jayapura.
--_____--

Untuk tanggal tepatnya test ini, aku agak-agak lupa. Yang aku tahu sekitar pertengahan Juni 2010.
Aku tidak mencatat tanggal tepatnya aku mengikuti test ini dalam diaryku. Yang ada, aku menulis diary tentang ini pada 21 Juni 2010 pukul 03:57 am. Mungkin tanggal tepatnya dapat dilihat dalam kartu ujian SNMPTN. Dan aku enggan untuk mencari-carinya. Hahaha :D

Hmm...sekitar sebulan kemudian, pengumuman.
Hal yang amat sangat mendebarkan! Sungguh!
Setelah penantian sekian lama gitu yah, dengan perjuangan yang begitu keras, darah nanah keringat menjadi saksi bisu atas pergolakan batinku, kepala jadi kaki, kaki jadi kepala, jiwaku terseok-seok demi sebuah bangku pendidikan di PTN (tolong ell, tolong, jangan hiperbol), akhirnya terjawab sudah.
Hari itu, pengumuman diajukan satu hari dari hari yang telah ditetapkan sebelumnya, 16 Juli 2010 pukul 06.00 pm, atau sekitar maghrib lah, aku memelototi layar handphone Nokia 5310 Express-Music tercintaku untuk melihat kondisi takdirku, diterima atau ditolak.
Karena, mana mungkin situasi sepetang itu aku pergi ke warnet? --___--
(waktu itu aku belum diamanahi laptop dan tentunya modem, hehe :D)
So, untuk memaksimalkan fungsi handphone yang bisa buat internetan, ya aku pake buat ngenet lah.
Deg-degan banget pas mencetin keypad menuju ke situs SNMPTN.
>_<
Rasanya seperti ditemani malaikat Izrail yang siap menggendongku ke langit kalau tiba-tiba aku terkena serangan heart attack begitu.
And.....the game is on...
Pengumuman yang aku dapat berbunyi seperti ini :

Nomor peserta :
310-44-030607019
Nama peserta :
ELLIZA EFINA R P


DITERIMA DI
481086 - PEND. FISIKA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA


Langsung deh, jingkrak-jingkrak, sujud syukur, alhamdulillah, euphoria tiada tara, aku ungkapkan!
Aku teriak-teriak bilang sama kedua orangtua yang aku sungguh cinta dan sayangi bahwa aku diterima di PTN.
Waaaaa.....pokoknya bahagia banget deh!
Rasanya gak jadi kena serangan jantung, melainkan seperti diguyur air beratus-ratus galon.
PLONG.
LEGA.












Namun, sayangnya euphoria itu memang cuma euphoria sesaat.
Dua tahun setelah pengumuman itu, jadilah aku sekarang.
Aku yang sekarang telah mengenyam pendidikan di perguruan tinggi negeri selama dua tahun di universitas yang sama dengan yang tertera di pengumuman itu.
Ahh.....ternyata dulu hal yang aku pikirkan masih utopis.
Aku baru melihat 'dunia' yang sebenarnya 'sekarang'.
Jauh dari yang aku harapkan.
Tapi biar bagaimanapun, aku tetap bersyukur.
Bersyukur menerima apa yang ada SEKARANG.
Bersyukur menerima AKU-DIRIKU- yang SEKARANG.
^_^
Alhamdulillah, Puji Tuhan.

Kamis, 06 September 2012

r e t a k

tak berharga
tak berharga
tak berharga.....
kenapa tak kau bunuh saja aku?
aku muak dengan semua hal ini!
aku bertahan dengan sisa waktuku yang singkat
aku mencoba untuk mengarungi lintasan yang seharusnya dilalui
tapi kalau harus kembali menjalani kepahitan itu, harusnya kau bunuh saja aku!
daripada aku harus hidup dalam detak nadi yang merugikan
kau pun tahu itu, 'kan?

Senin, 03 September 2012

penawar

aku...saat ini...bersantai sejenak.....
memandangi anggunnya biru langit......ahh, biasa.....
menikmati panorama kokohnya gunung.....biasa juga.....
menyegarkan indera penglihatanku dengan hijaunya padi dan rerimbunan pohon.....
biasa.....

tapi inilah saat-saat yang sangat kurindukan.....
ketika aku jenuh pada rutinitas yang menguras pikiran, tenaga, emosi.....
egoisme seakan merajai jiwa semua orang.....
hmmmhh.....
jenuh itu manusiawi.....
setiap orang pasti pernah rasakan itu...

dan tiap ada kejenuhan, tiap itu pula pasti ada penawarnya.....

Jumat, 31 Agustus 2012

Hai, Aku Mati Rasa

Laksana batu, keras
Getaran itu telah hilang
Raib
Atau karena tertekan?
Aku sebenarnya berbelas kasihan pada satu makhluk
Makhluk lemah yang selalu menghinggapiku
Kadang ku salahkan ia karena ia tak sekuat dan setegar yang aku harapkan
Makhluk itu.....
Ku sebut ia kesabaran
Ia begitu lemah ketika menghampiriku
Hingga aku berbatas dengannya
Hingga aku tak rasakan apapun
Hai, aku mati rasa
Bahkan sakit yang seharusnya aku rasakan itupun tak pernah lagi kurasakan
Cambuk itu terlalu sering menyakiti punggungku
Sampai aku tersungkur pun, aku masih bisa bangkit lagi
Aku pun tak tahu dalam bangkitku ini keadaanku masih hidup atau telah mati
Hai, aku mati rasa
Hai, aku mati rasa
Hai, aku mati rasa.....

30/08/2012 08:33 pm

Kamis, 30 Agustus 2012

Teh Manis Panas

Teh manis panas.....
Kunikmati saat ku lihat mentari di ufuk senja
Di ruangan bagian depan rumah
Di ruang yang penuh kenangan itu
di ruang yang menjadi saksiku dalam segala peristiwa
Sore itu
Angin sepoi pun mesra membelai rambut panjangku
Rambut yang sengaja kupanjangkan
Sekalipun seringkali ia menggugurkan dirinya helai demi helai
Dan sekalipun kulit kepalaku memberikan efek protes berupa makhluk kecil yang kusebut ketombe
Sore itu

Teh manis panas.....
Kunikmati saat ku sendirian
Merenungkan berbagai kejadian sepanjang hidupku
Yang kurasa pahit
Ahh, kasihan sekali kau teh manis panas
Menemaniku di kala aku merasa terluka saja

Teh manis panas.....
Kunikmati saat aku sakit fisik dan batin
Sembari menenggak beberapa pil obat pemberian mama
Dan kuharapkan kesembuhannya dengan segera
Sehingga aku bisa kembali berjingkrak dan tertawa lepas menghadapi hariku
Bukan terbaring lemah tak berdaya tak berguna

Teh manis panas.....
Kunikmati pagi hari setelah bangun tidur
Di rumah
Kadang-kadang saja
Oh, teh manis panas
Kenapa kau seperti dianaktirikan?
Padahal kau begitu nikmat bagiku

Teh manis panas.....
Kunikmati suguhan darimu kalau aku datang
Selalu teh manis panas
Sering aku mengeluh karena kau membuatnya terlalu panas di indera pengecapku
Tapi tetap aku suka
Teh manis panas.....

Senin, 30 Juli 2012

segelintir

Sudah berapa banyak kekecewaan yang aku telan?
Sudah berapa sering kesedihan yang aku hirup?
Ahh.....semua terasa tak adil!
Kau.
Ya, kau...
Siapa lagi kalau bukan kau?
Kau - satu-satunya yang bisa membuatku menangis.
Tapi kau juga pernah berusaha membuatku bahagia, walau hanya secuil di atas penderitaan yang kurasakan selama ini.
Hhhhh.....
Di dalam ruang dan waktu ini kau cukup lengkap dalam mengisi jalan hidupku.
Selalu ada perih di samping kebahagiaan.
Selalu hadir kesedihan ketika tiba rasa senang.
Selalu ada tawa di atas tangis.
Dan selalu datang kekecewaan di sisi rasa bangga akanmu.
Banyak hal.
Tapi kenapa?
Kenapa setiap hal baik itu selalu terlapisi kabut tebal keburukan yang jauh lebih menghebat, sehingga aku hanya bisa melihat kebaikanmu itu samar.
Aku memang bukan penyair handal yang sanggup merangkai ribuan kata di hadapmu.
Aku lemah karena ketidaktegaanku.
Bukan tidak tega, lebih tepatnya cinta.
Apa berarti cintaku ini salah?
Aku memang tidak pandai berpura-pura memanipulasi perasaan.
Rasanya janggal sekali bila aku membohongi segala hal yang aku rasakan.
Sesak.
Sakit pada jantungku.
Lemah pada perasaanku.
Aku tak sanggup menyembunyikannya.
Aku tak sanggup.
Aku tak sanggup.
Rasa cemburuku begitu besar dan tak tertahan.
Tapi aku mencoba untuk tetap tegar dan tersenyum walaupun perih sekali.
Aku merasa terbagi.
Sakit.
Meski kau berkilah, tetap saja aku tak mudah percaya untuk ke sekian kalinya lagi.
Kepercayaan yang kuberikan kepadamu sudah kau sia-siakan begitu saja.
Pedih memang.
Tak ada yang mengetahuinya, tak ada.
Aku pun tak mau berbagi kepedihan ini dengan orang lain.
Lagipula, adakah yang sudi mendengarkanku barang sebentar saja?
Ku pikir tak ada.
Ohh...
Maafkan aku, Tuhan, aku telah mengeluh.
Tapi ini sifat yang Kau berikan kepadaku, 'kan?
Bukan hanya aku, melainkan seluruh manusia.
Ini manusiawi, Tuhan!
Aku hanya ingin berteriak dan mengatakan apa yang ada di benak dan hatiku selama ini.
Karena kurasa tak ada yang mau mendengarku.
Aku hanya ingin didengar, Ya Tuhan!
Aku tak perlu solusi dari orang lain, setidaknya aku hanya ingin melepas sedikit beban ini dengan berbagi.
Tapi sekali lagi, apakah ada yang mau mendengarku?
Apakah ada!
Yang dapat kulakukan sejauh ini hanya menulis, menulis, menulis hingga kering tinta yang kugunakan.
Hanya kertas dan tinta yang setia menemaniku, Tuhan.
Apakah sungguh tidak ada yang mendengarku selain-Mu?