Pendahuluan
Kehidupan manusia
tidak terlepas dari adanya ilmu. Segala aspek kehidupan senantiasa diliputi oleh
berbagai penerapan ilmu yang sangat bermanfaat bagi manusia. Ilmu ini juga yang
membedakan derajat manusia dengan makhluk ciptaan Tuhan lainnya.
Adanya ilmu ini
tidak lantas menutup jalan bagi adanya moral. Moral merupakan salah satu aspek
terpenting yang melandasi kehidupan manusia. Tanpa moral, kehidupan manusia
dapat hancur berantakan dan perdamaian tidak akan dapat diwujudkan. Moral
jugalah yang dapat membedakan manusia yang beradab dengan yang tidak beradab.
Penerapan ilmu
dan moral di dalam kehidupan manusia harus berjalan secara beriringan dan
seimbang. Apabila hanya salah satu hal saja yang dominan, maka kehidupan akan
berjalan timpang dan tidak seimbang, sebagaimana kutipan yang dikemukakan oleh
Albert Einstein yang berbunyi: ilmu tanpa bimbingan moral adalah buta dan moral
tanpa ilmu adalah lumpuh.
Definisi Ilmu
Menurut The Liang Gie, ilmu
adalah rangkaian aktifitas penelaahan yang
mencari penjelasan suatu metode untuk memperoleh pemahaman secara rasional
empiris mengenai dunia ini dalam berbagai seginya, dan keseluruhan pengetahuan
sistematis yang menjelaskan berbagai gejala yang ingin dimengerti manusia
(Suriasumantri, 2001: 14). Menurut Francia Bacon dalam Suriasumantri (2001:
17), pengetahuan adalah kekuasaan, apakah kekuasaan itu merupakan berkat atau
justru malapetaka bagi umat manusia. Memang kalaupun terjadi malapetaka yang
disebabkan oleh ilmu, kita tidak bisa mengatakan bahwa itu merupakan kesalahan
ilmu, karena ilmu itu sendiri merupakan alat bagi manusia untuk mencapai
kebahagiaan hidupnya. Lagi pula ilmu memiliki sifat netral, ilmu tidak mengenal
baik ataupun buruk, melainkan tergantung pada pemilik dalam menggunakannya.
Ilmu adalah seluruh usaha sadar untuk
menyelidiki, menemukan, dan meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan dalam alam
manusia. Segi-segi ini dibatasi agar dihasilkan rumusan-rumusan yang pasti.
Ilmu memberikan kepastian dengan membatasi lingkup pandangannya, dan kepastian
ilmu-ilmu diperoleh dari keterbatasannya. Ilmu bukan sekedar pengetahuan (knowledge), tetapi merangkum sekumpulan
pengetahuan berdasarkan teori-teori yang disepakati dan dapat secara sistematik
diuji dengan seperangkat metode yang diakui dalam bidang ilmu tertentu.
Dari
beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa ilmu merupakan kumpulan
pengetahuan yang disusun secara sistematis dengan menggunakan metode-metode
tertentu.
Menurut
Ernest van den Haag dalam Harsojo (1977), ilmu memiliki ciri-ciri antara lain:
1.
Bersifat
rasional, karena hasil dari proses berpikir
dengan menggunakan akal (rasio).
2.
Bersifat empiris, karena
ilmu diperoleh dari dan sekitar pengalaman oleh panca indera.
3.
Bersifat umum, hasil ilmu
dapat dipergunakan oleh manusia tanpa terkecuali.
4.
Bersifat akumulatif, hasil
ilmu dapat dipergunakan untuk dijadikan objek penelitian selanjutnya.
Sementara itu, menurut Randall dan Buchker (1942), ciri umum ilmu
antara lain:
1.
Hasil ilmu bersifat
akumulatif dan merupakan milik bersama.
2. Hasil ilmu kebenarannya
tidak mutlak dan bisa terjadi kekeliruan karena yang menyelidiki adalah manusia.
3.
Ilmu bersifat obyektif,
artinya prosedur kerja atau cara penggunaan metode ilmu tidak tergantung kepada
yang menggunakan, tidak tergantung pada pemahaman secara pribadi.
Definisi Moral
Ada beberapa definisi moral
menurut para ahli. Menurut Chaplin (2006), moral mengacu pada akhlak yang
sesuai dengan peraturan sosial, atau menyangkut hukum atau adat kebiasaan yang
mengatur tingkah laku. Menurut Hurlock (1990), moral adalah tata cara, kebiasaan, dan adat peraturan perilaku yang
telah menjadi kebiasaan bagi anggota suatu budaya. Sedangkan, menurut Wantah
(2005), moral adalah sesuatu yang berkaitan atau ada hubungannya dengan
kemampuan menentukan benar salah dan baik buruknya tingkah laku. Secara
singkat, moral dapat diartikan sebagai suatu keyakinan tentang benar-salah,
baik-buruk, yang sesuai dengan kesepakatan sosial dan yang mendasari tindakan
atau pemikiran. Jadi, moral sangat berhubungan dengan benar-salah, baik-buruk,
keyakinan, diri-sendiri, dan lingkungan sosial (Anonim, 2013).
Menurut K.
Bertens, moral adalah nilai-nilai dan norma-norma yang menjadi pegangan bagi
seseorang atau kelompok dalam mengatur tingkah lakunya (Amril, 2002: 17).
Moral
adalah perbuatan, tingkah laku atau ucapan seseorang dalam berinteraksi dengan
manusia. Apabila yang dilakukan seseorang itu sesuai dengan nilai rasa yang
berlaku di masyarakat tersebut dan dapat diterima serta menyenangkan lingkungan
masyarakatnya, maka orang itu dinilai mempunyai moral yang baik, begitu juga
sebaliknya. Moral adalah produk dari budaya dan agama. Moral merupakan kondisi
pikiran, perasaan, ucapan, dan perilaku manusia yang terkait dengan nilai-nilai
baik dan buruk. Moral merupakan istilah manusia menyebut ke manusia atau orang
lainnya dalam tindakan yang mempunyai nilai positif. Manusia yang tidak
memiliki moral disebut amoral, artinya tidak bermoral dan tidak memiliki nilai
positif di mata manusia lainnya. Sehingga moral adalah hal mutlak yang harus
dimiliki oleh manusia. Moral secara eksplisit adalah hal-hal yang berhubungan
dengan proses sosialisasi individu. Tanpa moral manusia tidak bisa melakukan
proses sosialisasi. Moral di zaman sekarang mempunyai nilai implisit karena
banyak orang yang mempunyai moral atau sikap amoral itu dari sudut pandang yang
sempit. Moral itu sifat dasar yang diajarkan di sekolah-sekolah dan manusia
harus mempunyai moral jika ingin dihormati oleh sesamanya. Moral adalah nilai
keabsolutan dalam kehidupan bermasyarakat secara utuh. Penilaian terhadap moral
diukur dari kebudayaan masyarakat setempat (Dahlan, 2015).
Moral
merupakan nilai-nilai dan norma yang menjadi pegangan seseorang atau suatu
kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Dalam moral, terdapat dua kaidah
dasar, yaitu kaidah sikap baik dan kaidah keadilan. Kaidah sikap baik merupakan
kewajiban bertindak sedemikian rupa sehingga ada kelebihan dari akibat baik
dibandingkan akibat buruk. Kaidah keadilan merupakan keadilan dalam membagikan
yang baik dan yang buruk.
Lebih
lanjut, moral memiliki tahap-tahap perkembangan. Disadur dari Ali dan Asrori
(2010: 147-149), tahap-tahap perkembangan moral yang sangat terkenal
dikemukakan oleh Lawrence E. Kohlberg, antara lain:
1. Tingkat prakonvensional yaitu tahap perkembangan
moral yang aturan-aturan dan ungkapan-ungkapan moral masih ditafsirkan oleh
individu atau anak berdasarkan akibat fisik yang akan diterimanya, baik itu
berupa sesuatu yang menyakitkan atau kenikmatan. Pada tingkat ini terdapat dua
tahap, yaitu tahap orientasi hukuman dan kepatuhan serta orientasi relativitas
instrumental.
2. Tingkat konvensional ialah tahap perkembangan
moral yang aturan-aturan dan ungkapan-ungkapan moral dipatuhi atas dasar
menuruti harapan keluarga, kelompok atau masyarakat. Pada tingkat ini terdapat
juga dua tahap, yaitu tahap orientasi kesepakatan antara pribadi atau disebut
"orientasi anak manis" serta tahap orientasi hukum atau ketertiban.
3. Tingkat pascakonvensional adalah tahap
perkembangan moral yang aturan-aturan dan ungkapan-ungkapan moral dirumuskan
secara jelas berdasarkan nilai-nilai dan prinsip moral yang memiliki keabsahan
dan dapat diterapkan, hal ini terlepas dari otoritas kelompok atau orang yang
berpegangan pada prinsip tersebut dan terlepas pula dari identifikasi diri
dengan kelompok tersebut. Pada tingkatan ini terdapat dua tahap, yaitu tahap
orientasi kontrak sosial legalitas dan tahap orientasi prinsip etika universal.
Hubungan Ilmu dan Moral
Ilmu dan moral
memiliki makna yang berbeda. Namun, bila dirunut lebih mendalam, keduanya
bersifat saling melengkapi dan berhubungan erat, tidak dapat terpisahkan. Dalam
kehidupan manusia, alangkah baiknya ilmu dan moral berjalan berdampingan secara
serasi. Apabila, berat sebelah, atau lebih dominan pada salah satu aspek,
misalnya hanya pada ilmu, maka kehidupan akan berjalan timpang dan tidak
menemukan titik keseimbangan.
Ilmu bersifat dinamis dan
selalu berkembang. Dalam mengembangkan dirinya, ilmu akan selalu mempengaruhi
segala aspek kehidupan manusia, dalam arti mempengaruhi reproduksi dan
penciptaan manusia. Bila hanya ilmu yang dikembangkan tanpa disertai moral yang
baik, kehidupan manusia tidak akan jauh dari perang, kedamaian akan sulit
ditemui, dan keseimbangan alam akan hancur. Padahal dalam kehidupan ini, antara
ilmu dan moral haruslah seimbang.
Jika moral memiliki
tingkatan tertinggi dalam kehidupan tanpa disertai ilmu, ini juga dapat
menimbulkan ketidakseimbangan. Moral tanpa ilmu akan membawa dampak kecacatan
dalam kehidupan.
Dalam penerapan di lapangan,
dalam arti penerapan di dalam kehidupan manusia, ilmu dan moral haruslah
berjalan seimbang dan serasi. Hal ini bertujuan agar manusia tidak hidup dalam
ketidakseimbangan dan kekacauan. Selain itu hal ini dimaksudkan agar perdamaian
dunia dapat diwujudkan di dalam kehidupan.
Landasan Aksiologis
Aksiologi adalah cabang filsafat yang mempelajari tentang nilai secara
umum. Sebagai landasan ilmu, aksiologi mempertanyakan untuk apa pengetahuan
yang berupa ilmu itu dipergunakan? Bagaimana kaitan antara cara penggunaan
tersebut dengan kaidah-kaidah moral? Bagaimana penentuan objek yang ditelaah
berdasarkan pilihan-pilihan moral? Bagaimana kaitan antara teknik, prosedural
yang merupakan operasional?
Aksiologi adalah ilmu yang membicarakan tentang tujuan ilmu pengetahuan itu sendiri. Jadi, aksiologi
merupakan ilmu yang mempelajari hakikat dan manfaat yang sebenarnya dari
pengetahuan, dan sebenarnya ilmu pengetahuan itu tidak ada yang sia-sia kalau
kita bisa memanfaatkannya dan tentunya dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya serta
di jalan yang baik pula.
Pada
dasarnya ilmu harus dipergunakan dan dimanfaatkan untuk kemaslahatan manusia.
Dalam hal ini, ilmu dapat dimanfaatkan sebagai sarana atau alat dalam
meningkatkan taraf hidup manusia dengan memperhatikan kodrat, martabat manusia,
dan kelestarian atau keseimbangan alam. Untuk kepentingan manusia tersebut
pengetahuan ilmiah yang diperoleh dan disusun dipergunakan secara komural dan
universal. Komural berarti ilmu merupakan pengetahuan yang menjadi milik
bersama, semua orang berhak memanfaatkan ilmu menurut kebutuhannya. Universal
berarti ilmu tidak memiliki konotasi ras, ideologi, atau agama.
Kesimpulan
Ilmu dan moral
merupakan dua hal yang berbeda namun harus berjalan berdampingan. Keseimbangan
di antara keduanya sangat diperlukan di segala aspek kehidupan. Manusia tidak
dapat hidup dengan hanya mengandalkan salah satu dari kedua hal di atas, karena
antara ilmu dan moral sudah seharusnya tidak terpisahkan dan selalu
berdampingan untuk menjaga keseimbangan dalam kehidupan manusia.
Bibliografi
Ali, M. & Asrori, M.
(2010). Psikologi Remaja (Perkembangan Peserta Didik). Jakarta: Bumi Aksara.
Amril. (2002). Etika Islam.
Yogyakarta: Pustaka Setia.
Anonim. (2013). Pengertian
Ahli: Kumpulan Pengertian Menurut Para Ahli. Diakses dari http://www.pengertianahli.com/2013/10/pengertian-moral-menurut-para-ahli.html.
28 Desember 2015.
Dahlan, Ahmad. (2015).
Pengertian dan Definisi Moral. Diakses dari http://www.eurekapendidikan.com/2015/02/pengertian-dan-definisi-moral.html.
28 Desember 2015
Suriasumantri, J. S. (2001). Filsafat Ilmu:
Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.