Selasa, 12 Januari 2016

Ilmu dan Moral dalam Landasan Aksiologis

Pendahuluan
            Kehidupan manusia tidak terlepas dari adanya ilmu. Segala aspek kehidupan senantiasa diliputi oleh berbagai penerapan ilmu yang sangat bermanfaat bagi manusia. Ilmu ini juga yang membedakan derajat manusia dengan makhluk ciptaan Tuhan lainnya.
            Adanya ilmu ini tidak lantas menutup jalan bagi adanya moral. Moral merupakan salah satu aspek terpenting yang melandasi kehidupan manusia. Tanpa moral, kehidupan manusia dapat hancur berantakan dan perdamaian tidak akan dapat diwujudkan. Moral jugalah yang dapat membedakan manusia yang beradab dengan yang tidak beradab.
            Penerapan ilmu dan moral di dalam kehidupan manusia harus berjalan secara beriringan dan seimbang. Apabila hanya salah satu hal saja yang dominan, maka kehidupan akan berjalan timpang dan tidak seimbang, sebagaimana kutipan yang dikemukakan oleh Albert Einstein yang berbunyi: ilmu tanpa bimbingan moral adalah buta dan moral tanpa ilmu adalah lumpuh.

Definisi Ilmu
Menurut The Liang Gie, ilmu adalah rangkaian aktifitas penelaahan yang mencari penjelasan suatu metode untuk memperoleh pemahaman secara rasional empiris mengenai dunia ini dalam berbagai seginya, dan keseluruhan pengetahuan sistematis yang menjelaskan berbagai gejala yang ingin dimengerti manusia (Suriasumantri, 2001: 14). Menurut Francia Bacon dalam Suriasumantri (2001: 17), pengetahuan adalah kekuasaan, apakah kekuasaan itu merupakan berkat atau justru malapetaka bagi umat manusia. Memang kalaupun terjadi malapetaka yang disebabkan oleh ilmu, kita tidak bisa mengatakan bahwa itu merupakan kesalahan ilmu, karena ilmu itu sendiri merupakan alat bagi manusia untuk mencapai kebahagiaan hidupnya. Lagi pula ilmu memiliki sifat netral, ilmu tidak mengenal baik ataupun buruk, melainkan tergantung pada pemilik dalam menggunakannya.
Ilmu adalah seluruh usaha sadar untuk menyelidiki, menemukan, dan meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan dalam alam manusia. Segi-segi ini dibatasi agar dihasilkan rumusan-rumusan yang pasti. Ilmu memberikan kepastian dengan membatasi lingkup pandangannya, dan kepastian ilmu-ilmu diperoleh dari keterbatasannya. Ilmu bukan sekedar pengetahuan (knowledge), tetapi merangkum sekumpulan pengetahuan berdasarkan teori-teori yang disepakati dan dapat secara sistematik diuji dengan seperangkat metode yang diakui dalam bidang ilmu tertentu.
Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa ilmu merupakan kumpulan pengetahuan yang disusun secara sistematis dengan menggunakan metode-metode tertentu.
Menurut Ernest van den Haag dalam Harsojo (1977), ilmu memiliki ciri-ciri antara lain:
1.        Bersifat rasional, karena hasil dari proses berpikir dengan menggunakan akal (rasio).
2.        Bersifat empiris, karena ilmu diperoleh dari dan sekitar pengalaman oleh panca indera.
3.        Bersifat umum, hasil ilmu dapat dipergunakan oleh manusia tanpa terkecuali.
4.        Bersifat akumulatif, hasil ilmu dapat dipergunakan untuk dijadikan objek penelitian selanjutnya.
Sementara itu, menurut Randall dan Buchker (1942), ciri umum ilmu antara lain:
1.        Hasil ilmu bersifat akumulatif dan merupakan milik bersama.
2.       Hasil ilmu kebenarannya tidak mutlak dan bisa terjadi kekeliruan karena yang menyelidiki adalah manusia.
3.        Ilmu bersifat obyektif, artinya prosedur kerja atau cara penggunaan metode ilmu tidak tergantung kepada yang menggunakan, tidak tergantung pada pemahaman secara pribadi.

Definisi Moral
Ada beberapa definisi moral menurut para ahli. Menurut Chaplin (2006), moral mengacu pada akhlak yang sesuai dengan peraturan sosial, atau menyangkut hukum atau adat kebiasaan yang mengatur tingkah laku. Menurut Hurlock (1990), moral adalah tata cara, kebiasaan, dan adat peraturan perilaku yang telah menjadi kebiasaan bagi anggota suatu budaya. Sedangkan, menurut Wantah (2005), moral adalah sesuatu yang berkaitan atau ada hubungannya dengan kemampuan menentukan benar salah dan baik buruknya tingkah laku. Secara singkat, moral dapat diartikan sebagai suatu keyakinan tentang benar-salah, baik-buruk, yang sesuai dengan kesepakatan sosial dan yang mendasari tindakan atau pemikiran. Jadi, moral sangat berhubungan dengan benar-salah, baik-buruk, keyakinan, diri-sendiri, dan lingkungan sosial (Anonim, 2013).
Menurut K. Bertens, moral adalah nilai-nilai dan norma-norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau kelompok dalam mengatur tingkah lakunya (Amril, 2002: 17).
Moral adalah perbuatan, tingkah laku atau ucapan seseorang dalam berinteraksi dengan manusia. Apabila yang dilakukan seseorang itu sesuai dengan nilai rasa yang berlaku di masyarakat tersebut dan dapat diterima serta menyenangkan lingkungan masyarakatnya, maka orang itu dinilai mempunyai moral yang baik, begitu juga sebaliknya. Moral adalah produk dari budaya dan agama. Moral merupakan kondisi pikiran, perasaan, ucapan, dan perilaku manusia yang terkait dengan nilai-nilai baik dan buruk. Moral merupakan istilah manusia menyebut ke manusia atau orang lainnya dalam tindakan yang mempunyai nilai positif. Manusia yang tidak memiliki moral disebut amoral, artinya tidak bermoral dan tidak memiliki nilai positif di mata manusia lainnya. Sehingga moral adalah hal mutlak yang harus dimiliki oleh manusia. Moral secara eksplisit adalah hal-hal yang berhubungan dengan proses sosialisasi individu. Tanpa moral manusia tidak bisa melakukan proses sosialisasi. Moral di zaman sekarang mempunyai nilai implisit karena banyak orang yang mempunyai moral atau sikap amoral itu dari sudut pandang yang sempit. Moral itu sifat dasar yang diajarkan di sekolah-sekolah dan manusia harus mempunyai moral jika ingin dihormati oleh sesamanya. Moral adalah nilai keabsolutan dalam kehidupan bermasyarakat secara utuh. Penilaian terhadap moral diukur dari kebudayaan masyarakat setempat (Dahlan, 2015).
Moral merupakan nilai-nilai dan norma yang menjadi pegangan seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Dalam moral, terdapat dua kaidah dasar, yaitu kaidah sikap baik dan kaidah keadilan. Kaidah sikap baik merupakan kewajiban bertindak sedemikian rupa sehingga ada kelebihan dari akibat baik dibandingkan akibat buruk. Kaidah keadilan merupakan keadilan dalam membagikan yang baik dan yang buruk.
Lebih lanjut, moral memiliki tahap-tahap perkembangan. Disadur dari Ali dan Asrori (2010: 147-149), tahap-tahap perkembangan moral yang sangat terkenal dikemukakan oleh Lawrence E. Kohlberg, antara lain:
1.  Tingkat prakonvensional yaitu tahap perkembangan moral yang aturan-aturan dan ungkapan-ungkapan moral masih ditafsirkan oleh individu atau anak berdasarkan akibat fisik yang akan diterimanya, baik itu berupa sesuatu yang menyakitkan atau kenikmatan. Pada tingkat ini terdapat dua tahap, yaitu tahap orientasi hukuman dan kepatuhan serta orientasi relativitas instrumental.
2.  Tingkat konvensional ialah tahap perkembangan moral yang aturan-aturan dan ungkapan-ungkapan moral dipatuhi atas dasar menuruti harapan keluarga, kelompok atau masyarakat. Pada tingkat ini terdapat juga dua tahap, yaitu tahap orientasi kesepakatan antara pribadi atau disebut "orientasi anak manis" serta tahap orientasi hukum atau ketertiban.
3.    Tingkat pascakonvensional adalah tahap perkembangan moral yang aturan-aturan dan ungkapan-ungkapan moral dirumuskan secara jelas berdasarkan nilai-nilai dan prinsip moral yang memiliki keabsahan dan dapat diterapkan, hal ini terlepas dari otoritas kelompok atau orang yang berpegangan pada prinsip tersebut dan terlepas pula dari identifikasi diri dengan kelompok tersebut. Pada tingkatan ini terdapat dua tahap, yaitu tahap orientasi kontrak sosial legalitas dan tahap orientasi prinsip etika universal.

Hubungan Ilmu dan Moral
            Ilmu dan moral memiliki makna yang berbeda. Namun, bila dirunut lebih mendalam, keduanya bersifat saling melengkapi dan berhubungan erat, tidak dapat terpisahkan. Dalam kehidupan manusia, alangkah baiknya ilmu dan moral berjalan berdampingan secara serasi. Apabila, berat sebelah, atau lebih dominan pada salah satu aspek, misalnya hanya pada ilmu, maka kehidupan akan berjalan timpang dan tidak menemukan titik keseimbangan.
Ilmu bersifat dinamis dan selalu berkembang. Dalam mengembangkan dirinya, ilmu akan selalu mempengaruhi segala aspek kehidupan manusia, dalam arti mempengaruhi reproduksi dan penciptaan manusia. Bila hanya ilmu yang dikembangkan tanpa disertai moral yang baik, kehidupan manusia tidak akan jauh dari perang, kedamaian akan sulit ditemui, dan keseimbangan alam akan hancur. Padahal dalam kehidupan ini, antara ilmu dan moral haruslah seimbang.
Jika moral memiliki tingkatan tertinggi dalam kehidupan tanpa disertai ilmu, ini juga dapat menimbulkan ketidakseimbangan. Moral tanpa ilmu akan membawa dampak kecacatan dalam kehidupan.
Dalam penerapan di lapangan, dalam arti penerapan di dalam kehidupan manusia, ilmu dan moral haruslah berjalan seimbang dan serasi. Hal ini bertujuan agar manusia tidak hidup dalam ketidakseimbangan dan kekacauan. Selain itu hal ini dimaksudkan agar perdamaian dunia dapat diwujudkan di dalam kehidupan.

Landasan Aksiologis
Aksiologi adalah cabang filsafat yang mempelajari tentang nilai secara umum. Sebagai landasan ilmu, aksiologi mempertanyakan untuk apa pengetahuan yang berupa ilmu itu dipergunakan? Bagaimana kaitan antara cara penggunaan tersebut dengan kaidah-kaidah moral? Bagaimana penentuan objek yang ditelaah berdasarkan pilihan-pilihan moral? Bagaimana kaitan antara teknik, prosedural yang merupakan operasional?
Aksiologi adalah ilmu yang membicarakan tentang tujuan ilmu pengetahuan itu sendiri. Jadi, aksiologi merupakan ilmu yang mempelajari hakikat dan manfaat yang sebenarnya dari pengetahuan, dan sebenarnya ilmu pengetahuan itu tidak ada yang sia-sia kalau kita bisa memanfaatkannya dan tentunya dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya serta di jalan yang baik pula.
Pada dasarnya ilmu harus dipergunakan dan dimanfaatkan untuk kemaslahatan manusia. Dalam hal ini, ilmu dapat dimanfaatkan sebagai sarana atau alat dalam meningkatkan taraf hidup manusia dengan memperhatikan kodrat, martabat manusia, dan kelestarian atau keseimbangan alam. Untuk kepentingan manusia tersebut pengetahuan ilmiah yang diperoleh dan disusun dipergunakan secara komural dan universal. Komural berarti ilmu merupakan pengetahuan yang menjadi milik bersama, semua orang berhak memanfaatkan ilmu menurut kebutuhannya. Universal berarti ilmu tidak memiliki konotasi ras, ideologi, atau agama.

Kesimpulan
            Ilmu dan moral merupakan dua hal yang berbeda namun harus berjalan berdampingan. Keseimbangan di antara keduanya sangat diperlukan di segala aspek kehidupan. Manusia tidak dapat hidup dengan hanya mengandalkan salah satu dari kedua hal di atas, karena antara ilmu dan moral sudah seharusnya tidak terpisahkan dan selalu berdampingan untuk menjaga keseimbangan dalam kehidupan manusia.

Bibliografi
Ali, M. & Asrori, M. (2010). Psikologi Remaja (Perkembangan Peserta Didik). Jakarta: Bumi Aksara.
Amril. (2002). Etika Islam. Yogyakarta: Pustaka Setia.
Anonim. (2013). Pengertian Ahli: Kumpulan Pengertian Menurut Para Ahli. Diakses dari http://www.pengertianahli.com/2013/10/pengertian-moral-menurut-para-ahli.html. 28 Desember 2015.
Dahlan, Ahmad. (2015). Pengertian dan Definisi Moral. Diakses dari http://www.eurekapendidikan.com/2015/02/pengertian-dan-definisi-moral.html. 28 Desember 2015
Suriasumantri, J. S. (2001). Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar